Selasa, 06 Juni 2017

PERANAN BANK INDONESIA DALAM MENGHADAPI INFLASI



LAPORAN PRAKTEK KULIAH LAPANGAN
PERANAN BANK INDONESIA DALAM MENGHADAPI INFLASI
Laporan Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas kelompok
Dosen Pembimbing : Adi salim
Description: LOGO IAIN METRO LAMPUNG (6).png
Disusun Oleh:
Dwi Dian Mawarni                     : 14118084
Dwi Ratnasari                              : 14118054
Eka Wahyu Nurhidayah            : 14118114
Ely Muna                                     : 14118124
Ema Indriani                               : 14118134
Eni susanti                                    : 14118144
Eva Melani                                   : 14118164
Fasiyam Trianingsih                   : 14118214
Fitri Utami                                   : 14118274
Fitriyana                                       : 14118284
Ria Widianti                                 : 14119214

FAKULTAS SYARI’AH DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN  EKONOMI SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
METRO LAMPUNG
2017

BAB I
PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG MASALAH
Ekonomi suatu bangsa sangat berpengaruh dalam kesejahteraan negara tersebut. Kita dapat mengukur kesejahteraan suatu bangsa itu hanya dengan melihat perekonomian negara tersebut. Kita juga dapat melihat apakah negara tersebut merupakan negara yang berkembang atau tidak. Pada dasarnya perokonomian suatu negara mewakilkan kesejahteraan dan kemakmuran dan para praktisi ekonomi selalu melihat perkembangan suatu negara hanya dari perekonomian negara tersebut. Ekonomi suatu bangsa merupakan suatu yang sangat vital dan sangat bermasalah apabila suatu negara tidak bisa menyeimbangkan ekonomi yang berada di negara tersebut. Dampak yang diakibatkan ekonomi bisa menghancurkan serta menyebar dan sangat berpengaruh bagi perekonomian dunia.
Inflasi merupakan salah satu fenomena ekonomi yang sering dialami suatu negara, khususnya Indonesia. Inflasi adalah penyakit ekonomi yang tak bisa diabaikan, karena dampak yang ditimbulkan sangat luas dan berakibat fatal. Oleh karena itu inflasi selalu dijadikan sebagai target pemerintah untuk bisa menstabilkan inflasi, karena dampak yang ditimbulkan pada perekonomian bisa berakibat seperti ketidakstabilan, pertumbuhan ekonomi yang lambat serta pengangguran yang tinggi.
Peran Bank Sentral dalam suatu negaralah yang merupakan kunci dalam menstabilkan ekonomi. Indonesia pernah mengalami kemerosotan ekonomi moneter pada tahun 1997-1998  ketika itu merupakan masa yang sangat sulit dihadapi negara Indonesia karena ketidakstabilan dan pengangguran terus meningkat tajam dan pertumbuhan ekonomi menjadi lambat. Peran bank Indonesia sebagai bank sentral lah yang dapat membalikkan perekonomian Indonesia serta membalikkan keadaan seperti sebelum krisis ekonomi. Berikut data inflasi Indonesia dari tahun 2004-2006 [1]:


Bulan
Tahun
Tingkat Inflasi
Desember
2006
6,60%
November
2006
5,47%
Oktober
2006
6,29%
September
2006
14,55%
Agustus
2006
14,90%
Juli
2006
15,55%
Juni
2006
15,53%
Mei
2006
15,60%
April
2006
15,40%
Maret
2006
15,74%
Februari
2006
17,92%
Januari
2006
17,03%
Desember
2005
17,11%
November
2005
18,38%
Oktober
2005
17,89%
September
2005
9,06%
Agustus
2005
8,33%
Juli
2005
7,84%
Juni
2005
7,42%
Mei
2005
7,40%
April
2005
8,12%
Maret
2005
8,81%
Februari
2005
7,15%
Januari
2005
7,32%
Desember
2004
6,40%
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa Inflasi tertinggi berada di tahun 2005 tepatnya pada bulan November. Ini merupakan tugas dan kewajiban Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam menstabilkan dan meminimalisirkan tingkat inflasi agar tidak terjadi krisis moneter seperti pada tahun 1997-1998.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis memberikan rumusan masalah yaitu “Bagaimana peranan Bank Indonesia dalam menghadapi inflasi?
C.    Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.             Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan Pertanyaan Penelitian yang telah diuraikan penulis di atas maka, penelitian ini memiliki tujuan yaitu:
a.       Untuk memahami pengetahuan tentang Bank Indonesia dan proses inisiasi pembiayaan mikro secara mendalam di Bank Muamalat KCP.Metro
b.      Untuk memahami bagaimana menganalisa calon nasabah yang akan memperoleh fasilitas pembiayaan.
2.         Manfaat Penelitian
      Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.      Secara Teoritis
Penelitian ini dapat menjadi referensi guna penelitian yang sejenis diwaktu yang akan datang dan sebagai bahan pustaka di perpustakaan Institut Agama Islam Negeri Jurai Siwo Metro.
b.      Secara Praktis
Menambah wawasan dalam penerapan ilmu yang selama ini diperoleh saat kuliah.
D.    Metode Penelitian
1.    Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis dari penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research). Penelitian lapangan adalah penelitian yang bertujuan mempelajari secara intensif latar belakang dan keadaan sekarang dan interaksi lingkungan yang terjadi pada suatu satuan sosial.
Sesuai dengan judul dan fokus permasalahan yang diambil, maka penelitian ini kualitatif. Penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena atau kejadian sosial yang menitiberatkan pada gambaran yang lengkap tentang fenomena yang dikaji.[2]

2.         Sumber Data Penelitian
Menurut Burhan Bungin dalam bukunya, Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi Sumber data adalah salah satu yang paling vital dalam penelitian. Kesalahan dalam menggunakan atau memahami sumber data, maka data yang diperoleh juga akan memeleset dari yang diharapkan. Oleh karena itu, peneliti harus mampu memahami sumber data mana yang mesti digunakan dalam penelitiannya itu.[3]
Berdasarkan pengertian di atas, penelitian ini menggunakan beberapa sumber data, baik itu sumber data primer, maupun sumber data sekunder.
a.         Sumber data primer
Sumber data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertamanya.[4] Dalam data primer ini diperoleh berdasarkan pada sumber utama atau sumber asli yang terdiri dari direktur bank Indonesia. Peneliti melakukan wawancara dengan direktur bank Indonesia yang memang bisa memberikan informasi tentang peran bank Indonesia dalam menghadapi Inflasi..
b.        Sumber data sekunder
Sedangkan sumber data sekunder adalah bahan-bahan atau data yang menjadi pelengkap dari sumber data primer.[5] Sumber data sekunder diperoleh dari sumber peneliti dengan mempelajari referensi yang memiliki hubungan dengan sasaran penelitian. Baik berupa buku-buku, jurnal, maupun sumber lainnya yang relevan dengan penelitian ini.[6]

3.      Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data digunakan untuk menetapkan data guna melengkapi pembuktian masalah, maka dalam masalah ini peneliti menggunakan metode pengumpulan data adalah:
1.             Wawancara
Salah satu metode pengumpul data ialah dengan metode wawancara, yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung dengan responden. Wawancara merupakan bagian penting dalam setiap penelitian. Tanpa wawancara, penelitian akan kehilangan informasi yang hanya dapat diperoleh dengan jalan bertanya langsug kepada responden.[7]
Peneliti melakukan wawancara tak berstruktur. Wawancara ini bertujuan untuk menyiapkan garis besar mengenai hal-hal yang akan di tanyakan terkait dengan peran bank Indonesia dalam mengahadapi inflasi. Peneliti akan melakukan wawancara dengan direktur bank Indonesia yang menurut peneliti akna mampu memberikan informasi terkait peran bank Indonesia dalam menghadapi inflasi.
2.             Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah pengumpulan data yang bersumber dari tulisan. Yang dimaksud disini adalah berupa buku-buku, majalah, koran dan sebagainya. Metode ini peneliti gunakan untuk memperoleh keterangan yang berkaitan dengan peran bank Indonesia dalam menghadapi inflasi.[8]

4.      Teknik Analisa Data
Peneliti ini menggunakan teknik analisis data kualitatif dengan menggunakan metode berpikir induktif. Dalam penerapannya teknik ini digunakan untuk menganalisa data tentang peran bank Indonesia dalam menghadapi inflasi yang bersifat khusus kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum.[9]



BAB II
LANDASAN TEORI
A.    Bank Indonesia
1.    Pengertian Bank Indonesia
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia, dan merupakan badan hukum yang memiliki kewenangan hukum, sebagaimana  menurut Undang-Undang Nomor 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia, yang di maksud dengan Bank Sentral adalah lembaga Negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu Negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran system pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan, serta menjalankan lender of the resort (pasal 4 Ayat 1).[10]
Bank Sentral adalah lembaga keuangan perbankan yang berbentuk badan hukum. Sebagai sebuah bank, maka bank sentral mempunyai beberapa kesamaan dengan bank pada umumnya, antara lain adalah[11]:
a.    Melakukan fungsi intermediasi
Sebagai fungsi intermediasi, bank sentral dapat memberikan kredit kepada bank-bank komersial, khususnya melalui fasilitas diskonto.
b.    Mengumpulkan dana
Dana yang dikumpulkan bank sentral ada yang bersifat wajib dipenuhi mersial dan ada yang dilakukan melalui mekanisme pasar. Dana yang bersifat wajib adalah Giro Wajib Minimum (GWM), sedangkan dana yang dikumpulkan melalui mekanisme pasar misalnya melaui penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
c.    Asetnya didominasi oleh aset finansial
d.   Motivasi utama pendirian Bank Sentral bukanlah memperoleh laba
Bank sentral didirikan untuk menjaga stabilitas sektor moneter yang sangat menopang satbilitas perekonomian. Namun bukan berarti bank sentral tidak dapat memperoleh laba.
e.    Mempunyai hak monopoli mengedarkan uang kertas dan logam
Kegiatan mencetak dan atau mengedarkan uang kertas dan logam hanya boleh dilakukan oleh bank sentral. Selain itu, bank sentral juga mempunyai hak menarik dari peredaran uang kertas dan logam yang lama atau dinyatakan tidak berlaku lagi.
f.     Berkedudukan di ibu kota negara
Bank Indonesia di pimpin oleh Dewan Gubernur dalam melaksanakan tugas dan wewenang. Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur sebagai pemimpin, di bantu oleh  seorang Deputi Gubernur Senior sebagai Wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau sebanyak-banyak tujuh Deputi Gubernur. Ggubernur Bank Idonesia Saat ini ialah Darmin Nasution.

2.    Tujuan dan Tugas Bank Indonesia
     Bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, artinya BI harus menjaga agar nilai mata uang atas barang dan jasa tetap stabil. Adapun maksud dari kestabilan rupiah yang diinginkan oleh Bank Indonesia ada yaitu, kestabilan terhadap barang dan jasa yang dapat diukur dengan atau tercermin dari perkembangan laju inflasi, dan kestabilan terhadap mata uang negara lain. Hal ini dapat diukur dengan atau dari perkembangan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang negara lain.
Dalam rangka mencapai tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan 3 (tiga) bidang utama tugas Bank Indonesia yaitu[12]:
a.    Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
Untuk mencapai tujuan Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai rupiah, pasal 10 UU BI menegaskan bahwa Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melaksanakan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran moneter dengan memerhatikan sasaran laju inflasi serta melakukan pengendalian moneter melalui berbagai cara antara lain:
1)      Operasi pasar terbuka, yaitu dengan menjual Sertifikat Bank Indonesia untuk mengurangi jumlah uang yang beredar atau membeli surat berharga dari masyarakat untuk menambah jumlah yang beredar.
2)      Penetapan cadangan wajib minimum (CAR) yaitu cadangan wajib minimum yang harus di taati oleh Bank umum, kebijakan ini ditembuh untuj mengendalikan uang yang beredar.
3)      Pengaturan kredit atau pembiayaan. Dalam kebijakan ini Bank Indonesia dapat menaikan atau menurunkan batas maksimum pemberian kresit.
b.      Mengatur dan menjaga kelancaran system moneter.
1)      Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran, seperti transfer dana dalam nilai yang besar,
2)      mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan kegiatannya,
3)      serta menetapkan penggunaan alat pembayaran. Agar penyelenggaraan jasa sistem pembayaran  oleh pihak lain memenuhi persyaratan, khususnya persyaratan keamanan dan efisiensi. 
c.       Mengatur dan mengawasi bank.
        Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan memberikan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
        Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian.Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan dan mencabut izin usaha bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
        Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan oleh bank.


3.      Fungsi Bank Indonesia
a.       Agen fiskal pemerintah (Fiscal Agent of Government)
Bank sentral berfungsi memberikan nasehat dan bantuan untuk mengelola berbagai maslah/transaksi keuangan pemerintah, seperti menyimpan asset milik pemerintah.
b.      Banknya Bank (Banker of Bank atau Lender of Last Resort)
Sebagai banknya bank, bank sentral memberi bantuan kepada bank-bank umum yang mengalami kesulitan likuiditas tetapi sulit mendapatkan dananya dari sumber dana lain.
c.       Penentu dan Pelaksana Kebijakan Moneter (Monetary Policy Maker)
Sebagai penentu dan pelaksana kebijakan moneter, bank sentral bertugas mengendalikan jumlah uang beredar (dan tingkat bunga) dengan menggunakan instrument-instrumen kebijakan moneter.
d.      Pengawasan, Evaluasi, dan pembinaan Perbankan (Supervision, Examination, and Regulation of Members Bank)
Mengingat bahwa sampai saat ini bank adalah lembaga keuangan yang terbesar dan terpenting, maka kesehatan dan kestabilan sektor perbankan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi stabilitas sektor keuangan. Oleh karena itu, pengawasan, evaluasi, dan pembinaan perbankan oleh bank sentral sangat penting.
e.       Penanganan Transaksi Giro (The Clearing)
Dengan fungsi ini bank sentral mengontrol dan mengelola kegiatan-kegiatan transaksi yang menggunakan alat pembayaran giro, sebab transaksi-transaksi tersebut terjadi dalam jumlah yang sangat besar, antarbank, antarwilayah, dan antarnegara.
f.       Riset-riset Ekonomi
Riset-riset yang dilakukan bank sentral terutama yang berkaitan dengan masalah-masalah dan perkembangan sektor moneter.






B.     Inflasi
1.    Pengertian Inflasi
a.       Kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan secara terus-menerus. (Boediono, 1985: 161).
b.      Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum secara terus-menerus selama periode tertentu. (Nopirin, 1990: 25)
c.       Suatu keadaan dimana terjadi senantiasa turunnya nilai uang.  (Mannullang, 1993: 83)
d.      Inflasi terjadi apabila tingkat harga-harga dan biaya-biaya umum naik, harga beras, bahan bakar, harga mobil naik, tingkat upah, harga tanah, dan semua barang-barang modal naik. (Samuelson dan Nordhaus, 1993: 293)
Inflasi mempunyai pengertian sebagai sebuah gejala kenaikan harga barang yang bersifat umum dan terus-menerus. Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga secara terus-menerus yang bersumber dari terganggunya keseimbangan antara arus uang dan barang.
Dari pengertian ini, inflasi mempunyai penjelasan bahwa inflasi merupakan suatu gejala dimana banyak terjadi kenaikan harga barang yang terjadi secara sengaja ataupun secara alami yang terjadi tidak hanya di suatu tempat, melainkan diseluruh penjuru suatu negara bahkan dunia. Kenaikan harga ini berlangsung secara berkesinambungan dan bisa makin meninggi lagi harga barang tersebut jika tidak ditemukannya solusi pemecahan penyimpangan – penyimpangan yang menyebabkan terjadinya inflasi tersebut. Perlu diingat bahwa kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi[13].
2.    Jenis-Jenis Inflasi

1.    Jenis-Jenis Inflasi Berdasarkan Tingkat Keparahannya
Berdasarkan tingkat keparahannya, inflasi dapat dibedakan atas ringan, sedang, berat, dan sangat berat. 
a.    Inflasi ringan : Inflasi ringan adalah inflasi yang masih belum begitu mengganggu keadaan ekonomi. Inflasi ini dapat dengan mudah dikendalikan. Harga-harga yang naik secara umum, namun belum menimbulkan krisis di bidang ekonomi. Inflasi ringan berada di bawah 10% per tahun. 
b.    Inflasi sedang : Inflasi ini belum membahayakan kegiatan ekonomi. Tetapi inflasi ini bisa menurunkan kesejahteraan orang-orang berpenghasilan tetap. Inflasi sedang berkisar antara 10%-30% per tahun. 
c.    Inflasi berat : Inflasi ini sudah mengacaukan kondisi perekonomian. Pada inflasi berat ini, biasanya orang cenderung menyimpan barang. Dan pada umumnya orang mengurungkan niatnya untuk menabung, karena bunga pada tabungan lebih rendah daripada laju inflasi. Inflasi berat berkisar antara 30%-100% per tahun. 
d.   Inflasi sangat berat (Hyperinflation) : Inflasi jenis ini sudah mengacaukan kondisi perekonomian dan susah dikendalikan walaupun dengan kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Inflasi yang sangat berat berada pada 100% keatas setiap tahun. 

2.        Jenis-Jenis Inflasi Berdasarkan Sumbernya 
Berdasarkan sumbernya, inflasi dibedakan atas inflasi yang bersumber dari luar  negeri dan inflasi yang bersumber dari dalam negeri. 
a.    Inflasi yang bersumber dari luar negeri : Inflasi ini terjadi karena ada kenaikan harga di luar negeri. Pada perdagangan bebas, banyak negara yang saling berhubungan dalam perdagangan. Bila suatu negara mengimpor barang pada negara yang mengalami inflasi, maka otomatis kenaikan harga tersebut (inflasi) akan memengaruhi harga-harga dalam negerinya sehingga menimbulkan inflasi. Contoh, Indonesia banyak mengimpor barang-barang modal dari negara lain. Jika di negara itu harga barang-barang modal naik, maka kenaikannya itu akan turut berpengaruh di Indonesia sehingga menimbulkan inflasi. 
b.    Inflasi yang bersumber dari dalam negeri : Inflasi yang bersumber dari dalam negeri dapat terjadi karena pencetakan uang baru oleh pemerintah atau penerapan anggaran defisit. Inflasi yang bersumber dari dalam negeri juga dapat terjadi karena kegagalan panen. Kegagalan panen menyebabkan penawaran pada suatu jenis barang berkurang, sedangkan permintaan tetap, sehingga harga-harga akan naik.

3.        Jenis-Jenis Inflasi Berdasarkan Penyebabnya
Berdasarkan penyebabnya, inflasi dapat dibedakan atas inflasi karena kenaikan permintaan dan inflasi karena biaya produksi 
a.    Inflasi karena kenaikan permintaan : Kenaikan permintaan terkadang tidak dapat dipenuhi produsen. Oleh karena itu, harga-harga cenderung naik. Hal ini sesuai dengan hukum ekonomi "jika permintaan naik sedangkan penawaran tetap, maka harga cenderung naik. 
b.    Inflasi karena kenaikan biaya produksi : Kenaikan biaya produksi mengakibatkan harga penawaran barang naik, sehingga dapat menimbulkan inflasi. 

3.    Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Inflasi
a.    Jumlah Uang Beredar.
Menurut sudut pandang kaum moneteris jumlah uang beredar adalah faktor utama yang di tuding sebagai penyebab timbulnya inflasi di setiap Negara berkembang, tidak terkecuali di Indonesia. Di Indonesia jumlah uang beredar ini lebih banyak diterjemahkan dalam konsep narrow money (MI). Hal ini terjadi karena masih adanya tanggapan, bahwa uang dikuasai hanya merupakan bagian dari likuiditasi perbankan. Sejak tahun 1976 presentase uang kuartal yang beredar (48,7%) lebih kecil daripada presentase jumlah uang giral yang beredar (51,3%).sehingga mengindikasikan bahwa telah terjadi proses modernisasi di sektor moneter Indonesia juga mengindikasikan bahwa semakin sulitnya proses pengendalian jumlah uang beredar di Indonesia, dan semakin meluasnya moneterisasi dalam kegiatan perekonomian subsisten, akibatnya memberikan kecenderungan meningkatnya laju inflasi. Menurut data yang dihimpun dalam Laporan Bank Dunia menunjukan laju pertumbuhan rata-rata jumlah uang beredar di Indonesia pada periode tahun 1980-1992 relatif tinggi jika dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN lainnya (kecuali Filipina).kenaikan jumlah uang beredar di Indonesia pada tahun 1970-an sampai awal tahun 1980-an lebih disebabkan oleh pertumbuhan kredit likuiditas dan defisit anggaran belanja pemerintah. Pertumbuhan ini dapat merupakan efek langsung dari kebijakan Bank Indonesia dalam sector keuangan (terutama dalam hal penurunan reserve requirement).
b.      Defisit Anggaran Belanja Pemerintah
Seperti halnya yang umum terjadi pada Negara berkembang, anggaran belanja pemerintah Indonesia pun sebenarnya mengalami defisit, meskipun Indonesia menganut prinsip anggaran berimbang. Defisitnya anggaran belanja ini banyak sekali disebabkan oleh hal-hal yang menyangkut keterangan struktural ekonomi Indonesia, yang acap kali menimbulkan kesenjangan antara kemauan dan kemampuan untuk membangun. Selama pemerintahan Orde lama defisit anggaran belanja ini acapkali di biaya dari dalam negeri dengan cara melakukan pencetakan uang baru, mengingat orientasi kebijaksanaan pembangunan ekonomi yang inward looking policy, sehingga menyebabkan tekanan inflasi yang hebat, tetapi sejak era Orde Baru, defisit anggaran belanja ini di tutup dengan pinjaman luar negeri yang nampaknya relatif aman terhadap tekanan inflasi.
Dalam era pemerintahan Orde baru, kebutuhan terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi yang telah dicanangkan sejak Pembangunan Jangka Panjang, menyebabkan kebutuhan dana untuk melakukan pembangunan sangat besar. Dengan mengingat bahwa potensi mobilisasi dana pembangunan dari masyarakat (baik dari sektor tabungan masyarakat maupun pendapatan pajak) di dalam negeri pada saat itu yang sangat terbatas (belum berkembang), juga kemampuan sector swasta yang terbatas dalam melakukan pembangunan, menyebabkan pemerintah harus berperan sebagai motor pembangunan. Hal ini menyebabkan pos pengeluaran APBN menjadi lebih besar daripada penerimaan rutin. Artinya, peran pengeluaran pemerintah dalam investasi tidak dapat di imbangi dengan penerimaan, sehingga menimbulkan kesenjangan antara pengeluaran dan penerimaan Negara, atau dapat dikatakan telah defisit struktural dalam keuangan Negara.
Pada saat terjadinya oil booming, era tahun 70-an, pendapatan pemerintah di sector migas meningkat pesat, sehingga jumlah uang primer pun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan kemampuan pemerintah untuk berekspansi investasi di dalam negeri semakin meningkat. Dengan kondisi tingkat pertumbuhan produksi domestic yang relatif lebih lamban akibat kapasitas produksi nasional yang masih berada dalam keadaan under-employment, peningkatan permintaan (investasi) pemerintah menyebabkan terjadi relokasi sumberdaya dari masyarakat ke pemerintah, seperti yang terkonsep dalam analisis Keynes tentang inflasi. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya tekanan inflasi. Tetapi, sejak berubahnya orientasi ekspor Indonesia ke komoditi non migas, sejalan dengan merosotnya harga minyak bumi di pasar ekspor (sejak 1982), menyebabkan kemampuan pemerinntah untuk membiayai pembangunan nasional semakin berkurang pula, sehingga pemerintah tidak dapat lagi mempertahankan posisinya sebagai penggerak (motor) pembangunan. Dengan kondisi seperti ini, menyebabkan secara bertahap peran sebagai penggerak utama pembangunan nasional, dengan demikian sumber tekanan inflasi pun beralih dari pemerintah ke non pemerintah (swasta). Tekanan inflasi pada periode ini lebih di sebabkan oleh meningkatnya tingkat agresifitas sektor swasta dalam melakukan ekspansi usaha, yang didukung oleh perkembangan sektor perbankan yang semakin ekspansif pula. Dengan kondisi sumberdaya modal domestic yang masih saja relatif terbatas, maka pinjaman luar negeri yang sifatnya komersial maupun non komersial pun semakin meningkat. Peran pemerintah ini dapat dimaklumi karena kemampuan swasta nasional dalam pembangunan infrastruktur ekonomi masih sangat terbatas.
Penyebab Inflasi, dapat dibagi menjadi :
1)        Demand Side Inflation, yaitu disebabkan oleh kenaikan permintaan agregat yang melebihi kenaikan penawaran agregat
2)        Supply Side Inflation, yaitu disebabkan oleh kenaikan penawaran agregat yang melebihi permintaan agregat
3)        Demand Supply Inflation, yaiti inflasi yang disebabkan oleh kombinasi antara kenaikan permintaan agregat yang kemudian diikuti oleh kenaikan penawaran agregat,sehingga harga menjadi meningkat lebih tinggi
4)        Supressed Inflation atau Inflasi yang ditutup-tutupi, yaitu inflasi yang pada suatu waktu akan timbul dan menunjukkan dirinya karena harga-harga resmi semakin tidak relevan dalam kenyataan[14].
4.    Efek Yang Ditimbulkan Dari Inflasi
a.          Efek terhadap pendapatan (Equity Effect)
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang di untungkan dengan adanya Inflasi. Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Misalnya seorang yang memperoleh pendapatan tetap Rp. 500.000,00 per tahun sedang laju inflasi sebesar 10%, akan menderita kerugian penurunan pendapatan riil sebesar laju inflasi tersebut, yakni Rp.50.000,00
b.         Efek terhadap efisiensi (Efficiency Effect).
Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu sehingga mengakibatkan alokasi faktor produksi menjadi tidak efisien.
c.     Efek terhadap Output (Output Effect).
d.   Dalam menganalisa kedua efek diatas (Equity dan Efficiency Effect) digunakan suatu anggapan bahwa output tetap. Hal ini dilakukan supaya dapat diketahui efek inflasi terhadap distribusi pendapatan dan efisiensi dari jumlah output tertentu tersebut.
e.     Inflasi dan Perkembangan Ekonomi.
Inflasi yang tinggi tingkatnya tidak akan menggalakan perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Antara lain tujuan ini dicapai dengan pembeli harta-harta tetap setiap tanah, rumah dan bangunan. Oleh karena pengusaha lebih suka menjalankan kegiatan investasi yang bersifat seperti ini, investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi menurun. Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran akan terwujud.

f.     Inflasi dan Kemakmuran masyarakat.
Disamping menimbulkan efek buruk di atas kegiatan ekonomi Negara, inflasi juga akan menimbulkan efek-efek berikut kepada individu masyarakat :
1)        Inflasi akan menimbulkan pendapatan riil orang-orang yang berpendapatan tetap.
2)        Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang.
3)        Memperburuk pembagian kekayaan[15].

5.      Cara Mencegah Inflasi
a.    Kebijakan Moneter
Kebijakan ini adalah kebijakan yang berasal dari bank sentral dalam mengatur jumlah uang yang beredar melalui instrument-instrumen moneter yang dimiliki oleh bank sentral. Melalui instrument ini diharapkan peredaran uang dapat diatur dan inflasi dapat di kendalikan sesuai dengan yang telah ditargetkan sebelumnya. Terdapat tiga kebijakan yang dapat di tempuh bank sentral dalam mengatur inflasi :
1)   Kebijakan Diskonto. Kebijakan diskonto (discount policy) adalah kebijakan bank sentral untuk mempengaruhi peredaran uanng dengan jalan menaikkan dan menurunkan tingkat bunga. Kaitannya dengan bank syari'ah yaitu dengan jalan menaikkan dan menurunkan tingkat nisbah bagi hasil.
2)   Operasi Pasar Terbuka. Yaitu dengan jalan membeli dan menjual surat-surat berharga.
3)   Kebijakan Persediaan Kas (cash ratio policy). Yaitu kebijakan bank sentral untuk mempengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikkan dan menurunkan presentasi persediaan kas dari bank.


b.    Kebijaksanaan Fiskal
Kebijaksanaan fiskal menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serrta perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi permintaan total dan dengan demikian akan mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah melalui penurunan permintaan total. Kebijakan fiskal yang berupa pengurangan pengeluaran pemerintah serta kenaikan pajak akan dapat mengurangi permintaan total, sehingga inflasi dapat ditekan.
c.    Kebijaksanaan yang berkaitan dengan Output.
Kenaikan Output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijaksanaan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang didalam negeri cenderung menurunkan harga.
d.   Kebijaksanaan Penentuan Harga Dan Indexing.
Ini dilakukan dengan penentuam ceiling harga, serta mendasarkan pada indeks harga tertentu untuk gaji ataupun upah (dengan demikian gaji/upah secara riil tetap). Kalau indeks harga naik maka gaji/upah juga dinaikan.
e.    Kebijakan Lain
a.    Peningkatan Produksi. Meski jumlah uang beredar bertambah jika di iringi dengan peningkatan produksi, maka tidak akan menyebabkan inflasi. Bahkan hal ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan ekonomi.
b.    Kebijakan Upah. Inflasi dapat diatasi dengan menurunkan pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income) masyarakat.
c.     Pengawasan Harga. Kecenderungan dinaikkannya harga oleh pengusaha dapat diatasi dengan adanya pengawasan harga pasar.

f.     Perbaikan Prilaku Masyarakat
Dalam mengatasi inflasi, selain kebijakan-kebijakan di atas perlu adanya perbaikan prilaku masyarakat. Sesungguhnya stabilitas nilai mata uang tidak didasarkan kepada zat mata uang, sehingga berefek pada tindakan revolusioner yang mengubah seluruh zat mata uang dari kertas ke logam mulia emas dan perak, melainkan dengan perbaikan perilaku ekonomi manusia yang berada di sekitar mata uang tersebut.
Ciri kerusakan mata uang dînâr-dirham dan mata uang kertas adalah sama, yakni sama-sama diakibatkan oleh perilaku ekonomi yang destruktif. Mata uang dînâr-dirham pernah rusak karena penimbunan dan pemalsuan, sedangkan mata uang kertas pernah rusak karena pembungaan dan spekulasi. Krisis moneter di akhir tahun sembilan puluhan dan krisis global yang terjadi baru-baru ini, bersumber dari pembungaan dan spekulasi tersebut.
Sedangkan menurut M. Hatta[2] setidaknya ada tujuh kebijakan moneter Islam yang dapat mengendalikan inflasi baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu: Dinar dan dirham sebagai mata uang, hukum jual beli mata uang asing, hukum pertukaran mata uang, hukum bunga, hukum pasar modal, hukum perbankan, hukum pertukaran internasional, dan otoritas kebijakan moneter[16].

6.      Cara Mengatasi Inflasi
Untuk mengatasi terjadinya Inflasi, bisa dilakukan kebijakan uang ketat meliputi :
a.    Peningkatan tingkat suku bunga
b.   Penjualan surat berharga
c.    Peningkatan cadangan Kas
d.   Pengetatan pemberian kredit.
Dalam pemulihan makro ekonomi, tim ekonomi pemerintah harus mampu menciptakan kestabilan makro ekonomi, dengan menekan inflation rate menjadi single digit, sekitar 8%. Makro ekonomi yang menyangkut tiga komponen yaitu interest rate, inflation rate dan exchange rate, yang semuanya saling tergantung dan saling mempengaruhi satu sama lain. Di sisi lain, dengan diturunkannya BI rate, hal tersebut berpengaruh pada turunnya suku bunga perbankan dan akan mendorong investor menanamkan investasi lebih banyak. Aktivitas perekonomian terus berputar. Dengan demikian akan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar secara bertahap, sehingga pendapatan masyarakat akan ikut naik. Dalam rangka menungkatkan iklim investasi secara nasional guna menanggulangi dan meningkatkan di sektor riil[17].
C.    Peran Bank Indonesia Dalam Stabilitas Keuangan
Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter.
Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan  tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia.Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah[18]:
Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi.  Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan.
Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Base.
Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik.
Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang  bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.
Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan.
 Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.
Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan  melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan.
Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR,  Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.







BAB III
HASIL PENELITIAN

A.    Sejarah Singkat Bank Indonesia
1.         Masa Penjajahan
Sebelum Indonesia merdeka, tepatnya tanggal 10 Oktober 1827 di wilayah Hindia Belanda (Nusantara), sudah didirikan bank oleh pemerintah Hindia Belanda. Bank tersebut diberi nama De Javasche Bank kedudukan di Batavia (sekarang Jakarta). Bank tersebut bukanlah milik pemerintah, namun semua pimpinannya diangkat oleh pemerintah. Tujuan utama pendirian bank tersebut adalah untuk meningkatkan perekonomian pemerintah Belanda. Pada tahun 1951, De Javashe Bank di nasionalisasikan diganti namanya menjadi Bank Indonesia.
Selain bank yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda,ada juga bank yang didirikan oleh swasta yang dananya berasal dari orang-orang Belanda, Inggris, Jepang, dan Cina. Bank-bank yang dimiliki oleh orang Belanda adalah
1.    Nederland Handels Maatschappij (1824).
2.    De Escomptobank N.V (1857), dan
3.    Nationale Handelsbank (1863).
Bank-bank yang dimiliki oelh orang Inggris adalah:
1.    The Chartered Bank of Hindia.
2.    Hongkong Shanghai Banking Corporation.
Bank-bank yang dimiliki oleh orang inggris adalah:
1.    The Yokohama Shokin Bank, dan
2.    The Mitsui Bank.
Bank-bank yang dimiliki oleh orang Cina adalah:
1.    The Overseas Chinese Banking Corporation.
2.    The Bank of China.
3.    NV Batavia Bank, dan
4.    NV Bank Vereeninging Oei Tiong Ham.
Keberadaan bank-bank swasta asing tersebut lebih bersifat menguntungkan orang-orang asing dan bukunya memajukan perekonomian rakyat Indonesia. Namun, untunglah terdapat beberapa tokoh (orang indonesia yang memikirkan nasib perekonomian rakyat. Mereka mendirikan berbagai organisasi yang kegiatannya untuk meningkatkan perekomonian orang indoensia. Di antara sekian banyak organisasi yang muncul di indonesia yang sangat terkenal adalah:
1.    Bank Pyiyayi yang didirikan oleh Patih Wiriaatmadja dii Purwokerto tahun 1896.
2.    Indonesia Study Club, yang dipimpin oleh Dr. Sutomo, mendirikan koperasi, sekolah tenun, pusat kerajinan, dan bank. Bank yang didirikan di Surabaya diberi nama Bank Nasional Indonesia pada tahun 1925
3.    NV Bank Boemi di Jakarta yang dipelopori oleh Sumanang.
4.    Bank Nasional Abuan Saudagar di Bukittinggi.

2.         Masa Kemerdekaan
Setelah jepang menyerah pada Perang Dunia kedua, Belanda kembali lagi ke Indonesia dengan membonceng tentara Inggris. Akibanya, wilayah Indonesia saat itu terbagi menjadi dua, yaitu Daerah Republik yang dikuasai oleh pemerintah Republik Indinesia dan Daerah Federal yang diduduki oleh Belanda.
Di daerah Republik terdapat bank pemerintah dan bank swasta. Bank pemerintah yang ada pada saat itu adalah:
1.    Bank Negara Indonesia (BNI) yang didirikan tanggal 5 juli 1946.
2.    Bank Rakyat Indonesia (BRI), yang berasal dari De Algemene Volkscredietbank.
Adapun bank - bank swasta yang ada pada saat itu adalah:
1.    Bank Surakarta Maskapai Andil Bumi Puteri di Solo.
2.    Bank Indonesia di Palembang.
3.    Indonesia Banking Corporaton di Yogyakarta, dan
4.    Bank Nasional Indonesia di Surabaya.
Di daerah Federasi terdapat bank yang dimiliki oleh swasta, yakni
1.    NV Bank Soelawesi di Manado.
2.    NV Bank Perniagaan Indonesia.
3.    NV Bank Timoer di Semarang.
4.    Bank Dagang Indonesia VV di Banjarmasin, dan
5.    Kalimantan Trading Corpporation di Samarinda.
Dewasa ini di Indonesia terdapat banyak bank yang dimiliki oleh pemerintah maupun swasta nasional dan swasta nasional dan swasta asing, namun, menurut fungsinya bank-bank tersebut dapat dikelompokkan menjadi Bank Sentral yaitu Bank Indonesia.
Bank Sentral di atur oleh Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 tentang Kemandirian Bank Sentral, sedangkan Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Sejumlah pasal UU tersebut mengalami perubahan melalui Undang-Undang No. Tahun 1998.[19]

3.      Visi dan Misi Bank Indonesia
1.             Visi
Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil.

2.             Misi 
Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan.
Nilai-Nilai Strategi
Kompetensi – Integritas – Transparansi – Akuntabilitas – Kebersamaan (KITA – Kompak)
Sasaran Strategis
Untuk mewujudkan Misi, Visi dan Nilai-nilai Strategis tersebut, Bank Indonesia menetapkan sasaran strategis jangka menengah panjang, yaitu :
a)      Terpeliharanya Kestabilan Moneter
b)      Terpeliharanya Stabilitas Sistem Keuangan
c)      Terpeliharanya kondisi keuangan Bank Indonesia yang sehat dan akuntabel
d)     Meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen moneter
e)      Memelihara SSK : (i) melalui efektifitas pengaturan dan pengawasan bank, surveillance sektor keuangan, dan manajemen krisis serta (ii) mendorong fungsi intermediasi
f)       Memelihara keamanan dan efisiensi sistem pembayaran
g)      Meningkatkan kapabilitas organisasi, SDM dan sistem informasi
h)      Memperkuat institusi melalui good governance, efektivitas komunikasi dan kerangka hukum
i)        Mengoptimalkan pencapaian dan manfaat inisiatif Bank Indonesia.[20]

Description: struktur-organisasi2.png4.Struktur Bank Indonesia[21]

B.     Gambaran Umum Dampak Inflasi
a.         Dampak Inflasi
Inflasi tidak selalu berdampak buruk bagi perekonomian. Inflasi yang terkendali justru dapat meningkatkan kegiatan perekonomian. Berikut ini adalah akibat-akibat yang ditimbulkan inflasi terhadap kegiatan ekonomi masyarakat. 
1.         Dampak Inflasi terhadap Pendapatan : Inflasi dapat mengubah pendapatan masyarakat. Perubahan dapat bersifat menguntungkan atau merugikan. Pada beberapa kondisi (kondisi inflasi lunak), inflasi dapat mendorong perkembangan ekonomi. Inflasi dapat mendorong para pengusaha memperluas produksinya. Dengan demikian, akan tumbuh kesempatan kerja baru sekaligus bertambahnya pendapatan seseorang. Namun, bagi masyarakat yang berpenghasilan tetap inflasi akan menyebabkan mereka rugi karena penghasilan yang tetap itu jika ditukarkan dengan barang dan jasa akan semakin sedikit. 
2.         Dampak Inflasi Terhadap Ekspor : Pada keadaan inflasi, daya saing untuk barang ekspor berkurang. Berkurangnya daya saing terjadi karena harga barang ekspor semakin mahal. Inflasi dapat menyulitkan para eksportir dan negara. Negara mengalami kerugian karena daya saing barang ekspor berkurang, yang mengakibatkan jumlah penjualan berkurang. Devisa yang diperoleh juga semakin kecil. 
3.         Dampak Inflasi Terhadap Minat Orang untuk Menabung : Pada masa inflasi, pendapatan rill para penabung berkurang karena jumlah bunga yang diterima pada kenyataannya berkurang karena laju inflasi. Misalnya, bulan januria tahun 2006 seseorang menyetor uangnya ke bank dalam bentuk deposito satu tahun. Deposito tersebut menghasilkan bunga sebesar, misalnya, 15% per tahun. Apabila tingkat inflasi sepanjang januari 2006-januari 2007 cukup tinggi, katakanlah 11%, maka pendapatan dari uang yang didepositokan tinggal 4%. Minat orang untuk menabung akan berkurang.
4.         Dampak Inflasi terhadap Kalkulasi Harga Pokok : Keadaan inflasi menyebabkan perhitungan untuk menetapkan harga pokok dapat terlalu kecil atau bahkan terlalu besar. Oleh karena persentase dari inflasi tidak teratur, kita tidak dapat memastikan berapa persen inflasi untuk masa tertentu. Akibatnya, penetapan harga pokok dan harga jual sering tidak tepat. Keadaan inflasi ini dapat mengacaukan perekonomian, terutama untuk produsen.

b.      Cara Mengendalikan Inflasi
Tingkat inflasi yang terlalu tinggi dapat membahayakan perekonomian suatu negara. Oleh karena itu, inflasi harus segera diatas. Tindakan yang dapat diambil untuk mengatasi inflasi dapat berupa kebijakan moneter, kebijakan fiskal, atau kebijakan lainnya.
1.         Kebijakan Moneter
a)             Kebijakan penetapan persediaan kas: Bank sentral dapat mengambil kebijakan untuk mengurangi uang yang beredar dengan jalan menetapkan persediaan uang yang beredar dengan jalan menetapkan persediaan uang kas pada bank-bank. Dengan mewajibkan bank-bank umum dapat diedarkan oleh bank-bank umum menjadi sedikit. Dengan mengurangi jumlah uang beredar, inflasi dapat ditekan. 
b)            Kebijakan diskonto: Untuk mengatasi inflasi, bank sentral dapat menerapkan kebijakan diskonto dengan cara meningkatkan nilai suku bunga. Tujuannya adalah agar masyarakat terdorong untuk menabung. Dengan demikian, diharapkan jumlah uang yang beredar dapat berkurang sehingga tingkat inflasi dapat ditekan.
c)             Kebijakan operasi pasar terbuka: Melalui kebijakan ini, bank sentral dapat mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara menjual surat-surat berharga, misalnya Surat Utang Negara (SUN). Semakin banyak jumlah surat-surat berharga yang terjual, jumlah uang beredar akan berkurang sehingga dapat mengurangi tingkat inflasi. 

2.         Kebijakan Fiskal 
Kebijakan fiskal adalah langkah untuk memengaruhi penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan itu dapat memengaruhi tingkat inflasi. Kebijakan itu antara lain sebagai berikut:
a)        Menghemat pengeluaran pemerintah: Pemerintah dapat menekan inflasi dengan cara mengurangi pengeluaran, sehingga permintaan akan barang dan jasa berkurang yang pada akhirnya dapat menurunkan harga.
b)        Menaikkan tarif pajak: Untuk menekan inflasi, pemerintah dapat menaikkan tarif pajak. Naiknya tarif pajak untuk rumah tangga dan perusahaan akan mengurangi tingkat konsumsi. Pengurangan tingkat konsumsi dapat mengurangi permintaan barang dan jasa, sehingga harga dapat turun. 

3.         Kebijakan Lain di Luar Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal
Untuk memperbaiki dampak yang diakibatkan inflasi, pemerintah menerapkan kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Tetapi selain kebijakan moneter dan fiskal, pemerintah masih mempunyai cara lain. Cara-cara dalam mengendalikan inflasi adalah sebagai berikut:
a)        Meningkatkan produksi dan menambah jumlah barang di pasar : Untuk menambah produksi, pemerintah dapat mengeluarkan produksi. Hal itu dapat ditempuh, misalnya, dengan memberi premi atau subsidi pada perusahaan yang dapat memenuhi target tertentu. Selain itu, untuk menambah jumlah barang yang beredar, pemerintah juga dapat melonggarkan keran impor. Misalnya, dengan menurunkan bea masuk barang impor. 
b)        Menetapkan harga maksimum untuk beberapa jenis barang : Penetapan harga tersebut akan mengendalikan harga yang ada sehingga inflasi dapat dikendalikan. Tetapi penetapan itu harus realistis. Kalau penetapan itu tidak realistis, dapat berakibat terjadi pasar gelap (black market).[22]

C.    Peran  BI Dalam Mengatasi Inflasi
Penyebab terjadinya inflasi yang pada awalnya diyakini oleh pihak Bank Indonesia dan Bappenas karena kenaikan harga minyak dunia dan `subprime mortgage` yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata dihantam pula oleh kenaikan harga pangan. Gejolak perekonomian dunia yang berujung pada inflasi sesungguhnya mulai tampak saat pendapatan per kapita Amerika Serikat mulai turun. Namun sayangnya para ekonom di tanah air banyak yang tidak menyetujuinya tanda-tanda itu. Salah satu sumber mngatakan beberapa cara ubtuk mengatasi masalah inflasi tersebut. Diantaranya adalah :
    1. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional dengan cara mengubah jumlah uang yang beredar. Penyebab inflasi diantara jumlah uang yang beredar terlalu banyak sehingga dengan kebijakan ini diharapkan jumlah uang yang beredar dapat dikurangi menuju kondisi normal.
Kebijakan moneter dapat dilakukan melalui instrument-instrumen berikut:
a.       Politik diskoto (Politik uang ketat): bank menaikkan suku bunga sehingga jumlah uang yang beredar dapat dikurangi.Kebijakan diskonto dilakukan dengan menaikkan tingkat bunga sehingga mengurangi keinginan badan-badan pemberi kredit untuk mengeluarkan pinjaman guna memenuhi permintaan pinjaman dari masyarakat. Akibatnya, jumlah kredit yang dikeluarkan oleh badan-badan kredit akan berkurang, yang pada akhirnya mengurangi tekanan inflasi.
b.      Politik pasar terbuka: bank sentral menjual obligasi atau surat berharga ke pasar modal untuk menyerap uang dari masyarakat dan dengan menjual surat berharga bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar sehingga jumlah uang beredar dapat dikurangi dan laju inflasi dapat lebih rendah.Operasi pasar terbuka (open market operation), biasa disebut dengan kebijakan uang ketat (tight money policy), dilakukan dengan menjual surat-surat berharga, seperti obligasi negara, kepada masyarakat dan bank-bank. Akibatnya, jumlah uang beredar di masyarakat dan pemberian kredit oleh badan-badan kredit (bank) berkurang, yang pada akhirnya dapat mengurangi tekanan inflasi.
c.       Peningkatan cash ratio:Kebijakan persediaan kas artinya cadangan yang diwajibkan oleh Bank Sentral kepada bank-bank umum yang besarnya tergantung kepada keputusan dari bank sentral/pemerintah. Dengan jalan menaikan perbandingan antara uang yang beredar dengan uang yang mengendap di dalam kas mengakibatkan kemampuan bank untuk menciptakan kredit berkurang sehingga jumlah uang yang beredar akan berkurang. Menaikkan cadangan uang kas yang ada di bank sehingga jumlah uang bank yang dapat dipinjamkan kepada debitur/masyarakat menjadi berkurang. Hal ini berarti dapat mengurangi jumlah uang yang beredar.
    1. Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang berhubugan dengan finansial pemerintah. Kebijakan fiskal dapat dilakukan melalui instrument berikut:
a.       Mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah, sehingga pengeluaran keseluruhan dalam perekonomian bisa dikendalikan. Pemerintah tidak menambah pengeluarannya agar anggaran tidak defisit.
b.      Menaikkan pajak. Dengan menaikkan pajak, konsumen akan mengurangi jumlah konsumsinya karena sebagian pendapatannya untuk membayar pajak. Dan juga akan mengakibatkan penerimaan uang masyarakat berkurang dan ini berpengaruh pada daya beli masyarakat yang menurun, dan tentunya permintaan akan barang dan jasa yang bersifat konsumtif tentunya berkurang.
    1. Kebijakan Non Moneter
Kebijakan nom moneter adalah kebijakan yang tidak berhubungan dengan finansial pemerintah maupun jumla uang yang beredar, cara ini merupakan langkah alternatif untuk mengatasi inflasi. Kebijakan non moneter dapat dilakukan melalui instrument berikut:
a.       Mendorong agar pengusaha menaikkan hasil produksinya.
Cara ini cukup efektif mengingat inflasi disebabkan oleh kenaikan jumlah barang konsumsi tidak seimbang dengan jumlah uang yang beredar. Oleh karena itu pemerintah membuat prioritas produksi atau memberi bantuan (subsidi) kepada sektor produksi bahan bakar, produksi beras.
b.      Menekan tingkat upah. tidak lain merupakan upaya menstabilkan upah/gaji, dalam pengertian bahwa upah tidak sering dinaikan karena kenaikan yang relatif sering dilakukan akan dapat meningkatkan daya beli dan pada akhirnya akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan dan pada akhirnya akan menimbulkan inflasi.
c.       Pemerintah melakukan pengawasan harga dan sekaligus menetapkan harga maksimal.
d.      Pemerintah melakukan distribusi secara langsung. Dimaksudkan agar harga tidak terjadi kenaikan, hal ini seperti yang dilakukan pemerintah dalam menetapkan harga tertinggi (harga eceran tertinggi/HET). Pengendalian harga yang baik tidak akan berhasil tanpa ada pengawasan. Pengawasan yang tidak baik biasanya akan menimbulkan pasar gelap. Untuk menghindari pasar gelap maka distribusi barang harus dapat dilakukan dengan lancar, seperti yang dilakukan pemerintah melalui Bulog atau KUD.
e.       Penanggulangan inflasi yang sangat parah (hyper inflation) ditempuh dengan cara melakukan sneering (pemotongan nilai mata uang).Sanering berasal dari bahasa Belanda yang berarti penyehatan, pembersihan, reorganisasi. Kebijakan sanering antara lain:
1.      Penurunan nilai uang
2.      Pembekuan sebagian simpanan pada bank – bank dengan ketentuan bahwa simpanan yang dibekukan akan diganti menjadi simpanan jangka panjang oleh pemerintah. Senering ini pernah dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1960-an pada saat inflasi mencapai 650%. Pemerintah memotong nilai mata uang pecahan Rp. 1.000,00 menjadi Rp. 1,00.
f.       Kebijakan yang berkaitan dengan output. Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijakan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga.
g.      Kebijakan penentuan harga dan indexing. Ini dilakukan dengan penentuan ceiling price.
h.      Devaluasi adalah penurunan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri. Jika hal tersebut terjadi biasanya pemerintah melakukan intervensi agar nilai mata uang dalam negeri tetap stabil. Istilah devaluasi lebih sering dikaitkan dengan menurunnya nilai uang satu negara terhadap nilai mata uang asing. Devaluasi juga merujuk kepada kebijakan pemerintah menurunkan nilai mata uang sendiri terhadap mata uang asing.







BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Selain melaksanakan fungsi-fungsi Pemerintah dalam bidang Ekonomi dan Moneter,Bank Sentral juga sebagai Lembaga keuangan Negara yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, Mengontrol kelancaran lalulintas pembayaran, dan Pengawasan Perbankan. Perumusan serta pelaksanaan kebijakan moneter  terlebih dahulu perlu diketahui bentuk umum dari neraca bank sentral,serta alat/instrument kebijakan moneter.





















DAFTAR PUSTAKA
Noprin, Ekonomi Moneter, Yogyakarta: Bppe, 1992
Suraya Murcitaningrum, Pengantar Metodologi Penelitian Ekonomi Islam, Yogyakrta : Prudent Media, 2013
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008
Cik Hasan Bisri, Penuntun Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi Bidang Ilmu Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003
P. Joko Subagiyo, Metodelogi Penelitian Dalam Teori dan Prektek, Jakarta: Rineka Cipta,2004
Burhan Ashafa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2004
Hasibuan, Malayu, Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: Bumi Aksara, 2001
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: Rajawali Pers, 2010
Hermanita, Perekonomian Indonesia, Yogyakarta: Idea Press, 2013
Boediono, Ekonomi Makro, Edisi Keempat, (Yogyakarta: BPFE), h. 40-42
Sadono, Sukirno, Pengantar Teori Makro Ekonomi,. Edisi Ketiga, Jakarta: PT. Grafindo Persada


[1] Noprin, Ekonomi Moneter, (Yogyakarta: Bppe, 1992) H. 6
[2] Suraya Murcitaningrum, Pengantar Metodologi Penelitian Ekonomi Islam, (Yogyakrta : Prudent Media, 2013), h. 25
[3] Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), h. 129.
[4] Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 39.
[5] Cik Hasan Bisri, Penuntun Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi Bidang Ilmu Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 32.
[6] Cik Hasan Bisri, Penuntun Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi Bidang Ilmu Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 32.
[7] P. Joko Subagiyo, Metodelogi Penelitian Dalam Teori dan Prektek, (Jakarta: Rineka Cipta,2004),  h. 39
[8] Burhan Ashafa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004),  h.16.
[9] Suraya Murcitaningrum, Pengantar Metodologi Penelitian Ekonomi Islam, (Yogyakrta : Prudent Media, 2013), h. 80
[10] Hasibuan, Malayu, Dasar-Dasar Perbankan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2001) h.21
[11] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hl. 175
[12] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, h.180
[13] Hermanita, Perekonomian Indonesia, (Yogyakarta: Idea Press, 2013), p. 14
[14] Boediono, Ekonomi Makro, Edisi Keempat, (Yogyakarta: BPFE), h. 40-42
[15] Sadono, Sukirno, Pengantar Teori Makro Ekonomi,. Edisi Ketiga, (Jakarta: PT. Grafindo Persada), h. 45
[16] Ibid, h. 46-48
[17] Ibid, h. 49