LAPORAN PRAKTEK KULIAH LAPANGAN
PERANAN BANK
INDONESIA DALAM MENGHADAPI INFLASI
Laporan Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas
kelompok
Dosen Pembimbing
: Adi salim
Disusun Oleh:
Dwi Dian
Mawarni :
14118084
Dwi
Ratnasari :
14118054
Eka
Wahyu Nurhidayah : 14118114
Ely Muna : 14118124
Ema
Indriani :
14118134
Eni
susanti :
14118144
Eva
Melani :
14118164
Fasiyam
Trianingsih : 14118214
Fitri
Utami :
14118274
Fitriyana
:
14118284
Ria
Widianti :
14119214
FAKULTAS SYARI’AH DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN
EKONOMI SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
METRO LAMPUNG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
- LATAR BELAKANG MASALAH
Ekonomi suatu bangsa sangat berpengaruh dalam
kesejahteraan negara tersebut. Kita dapat mengukur kesejahteraan suatu bangsa
itu hanya dengan melihat perekonomian negara tersebut. Kita juga dapat melihat
apakah negara tersebut merupakan negara yang berkembang atau tidak. Pada
dasarnya perokonomian suatu negara mewakilkan kesejahteraan dan kemakmuran dan
para praktisi ekonomi selalu melihat perkembangan suatu negara hanya dari
perekonomian negara tersebut. Ekonomi suatu bangsa merupakan suatu yang sangat
vital dan sangat bermasalah apabila suatu negara tidak bisa menyeimbangkan
ekonomi yang berada di negara tersebut. Dampak yang diakibatkan ekonomi bisa menghancurkan
serta menyebar dan sangat berpengaruh bagi perekonomian dunia.
Inflasi merupakan salah satu fenomena ekonomi yang
sering dialami suatu negara, khususnya Indonesia. Inflasi adalah penyakit
ekonomi yang tak bisa diabaikan, karena dampak yang ditimbulkan sangat luas dan
berakibat fatal. Oleh karena itu inflasi selalu dijadikan sebagai target
pemerintah untuk bisa menstabilkan inflasi, karena dampak yang ditimbulkan pada
perekonomian bisa berakibat seperti ketidakstabilan, pertumbuhan ekonomi yang lambat
serta pengangguran yang tinggi.
Peran Bank Sentral dalam suatu negaralah yang
merupakan kunci dalam menstabilkan ekonomi. Indonesia pernah mengalami
kemerosotan ekonomi moneter pada tahun 1997-1998 ketika itu merupakan masa yang sangat sulit
dihadapi negara Indonesia karena ketidakstabilan dan pengangguran terus
meningkat tajam dan pertumbuhan ekonomi menjadi lambat. Peran bank Indonesia
sebagai bank sentral lah yang dapat membalikkan perekonomian Indonesia serta
membalikkan keadaan seperti sebelum krisis ekonomi. Berikut data inflasi
Indonesia dari tahun 2004-2006 [1]:
Bulan
|
Tahun
|
Tingkat Inflasi
|
Desember
|
2006
|
6,60%
|
November
|
2006
|
5,47%
|
Oktober
|
2006
|
6,29%
|
September
|
2006
|
14,55%
|
Agustus
|
2006
|
14,90%
|
Juli
|
2006
|
15,55%
|
Juni
|
2006
|
15,53%
|
Mei
|
2006
|
15,60%
|
April
|
2006
|
15,40%
|
Maret
|
2006
|
15,74%
|
Februari
|
2006
|
17,92%
|
Januari
|
2006
|
17,03%
|
Desember
|
2005
|
17,11%
|
November
|
2005
|
18,38%
|
Oktober
|
2005
|
17,89%
|
September
|
2005
|
9,06%
|
Agustus
|
2005
|
8,33%
|
Juli
|
2005
|
7,84%
|
Juni
|
2005
|
7,42%
|
Mei
|
2005
|
7,40%
|
April
|
2005
|
8,12%
|
Maret
|
2005
|
8,81%
|
Februari
|
2005
|
7,15%
|
Januari
|
2005
|
7,32%
|
Desember
|
2004
|
6,40%
|
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa Inflasi
tertinggi berada di tahun 2005 tepatnya pada bulan November. Ini merupakan
tugas dan kewajiban Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam menstabilkan dan
meminimalisirkan tingkat inflasi agar tidak terjadi krisis moneter seperti pada
tahun 1997-1998.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas, maka penulis
memberikan rumusan masalah yaitu “Bagaimana peranan Bank Indonesia dalam menghadapi inflasi?
C.
Tujuan dan Manfaat
Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan
latar belakang dan Pertanyaan Penelitian yang telah diuraikan penulis di
atas maka, penelitian ini memiliki tujuan yaitu:
a.
Untuk memahami
pengetahuan tentang Bank Indonesia dan proses inisiasi
pembiayaan mikro secara mendalam di Bank Muamalat KCP.Metro
b.
Untuk memahami bagaimana menganalisa calon
nasabah yang akan memperoleh fasilitas pembiayaan.
2.
Manfaat Penelitian
Adapun
manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.
Secara
Teoritis
Penelitian ini dapat menjadi
referensi guna penelitian yang sejenis diwaktu yang akan datang dan sebagai
bahan pustaka di perpustakaan Institut
Agama Islam Negeri Jurai Siwo Metro.
b.
Secara
Praktis
Menambah wawasan dalam penerapan ilmu
yang selama ini diperoleh saat kuliah.
D.
Metode Penelitian
1. Jenis
dan Sifat Penelitian
Jenis
dari penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research). Penelitian lapangan adalah penelitian yang
bertujuan mempelajari secara intensif latar belakang dan keadaan sekarang dan
interaksi lingkungan yang terjadi pada suatu satuan sosial.
Sesuai
dengan judul dan fokus permasalahan yang diambil, maka penelitian ini
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena atau kejadian
sosial yang menitiberatkan pada gambaran yang lengkap tentang fenomena yang
dikaji.[2]
2.
Sumber Data Penelitian
Menurut
Burhan Bungin dalam bukunya, Metodologi
Penelitian Sosial dan Ekonomi Sumber data adalah salah satu yang paling
vital dalam penelitian. Kesalahan dalam menggunakan atau memahami sumber data,
maka data yang diperoleh juga akan memeleset dari yang diharapkan. Oleh karena
itu, peneliti harus mampu memahami sumber data mana yang mesti digunakan dalam
penelitiannya itu.[3]
Berdasarkan
pengertian di atas, penelitian ini menggunakan beberapa sumber data, baik itu
sumber data primer, maupun sumber data sekunder.
a.
Sumber
data primer
Sumber
data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber
pertamanya.[4]
Dalam data primer ini diperoleh berdasarkan pada sumber utama atau sumber asli
yang terdiri dari direktur bank Indonesia. Peneliti melakukan wawancara dengan
direktur bank Indonesia yang memang bisa memberikan informasi tentang peran
bank Indonesia dalam menghadapi Inflasi..
b.
Sumber
data sekunder
Sedangkan
sumber data sekunder adalah bahan-bahan atau data yang menjadi pelengkap dari
sumber data primer.[5]
Sumber data sekunder diperoleh dari sumber peneliti dengan mempelajari
referensi yang memiliki hubungan dengan sasaran penelitian. Baik berupa buku-buku,
jurnal, maupun sumber lainnya yang relevan dengan penelitian ini.[6]
3. Teknik
Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data digunakan untuk menetapkan data guna melengkapi pembuktian
masalah, maka dalam masalah ini peneliti menggunakan metode pengumpulan data
adalah:
1.
Wawancara
Salah satu
metode pengumpul data ialah dengan metode wawancara, yaitu mendapatkan
informasi dengan cara bertanya langsung dengan responden. Wawancara merupakan
bagian penting dalam setiap penelitian. Tanpa wawancara, penelitian akan kehilangan
informasi yang hanya dapat diperoleh dengan jalan bertanya langsug kepada
responden.[7]
Peneliti melakukan wawancara tak berstruktur.
Wawancara ini bertujuan untuk menyiapkan garis besar mengenai hal-hal yang akan
di tanyakan terkait dengan peran bank Indonesia dalam mengahadapi inflasi.
Peneliti akan melakukan wawancara dengan direktur bank Indonesia yang menurut
peneliti akna mampu memberikan informasi terkait peran bank Indonesia dalam
menghadapi inflasi.
2.
Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah pengumpulan data yang
bersumber dari tulisan. Yang dimaksud disini adalah berupa buku-buku, majalah,
koran dan sebagainya. Metode ini peneliti gunakan untuk memperoleh keterangan
yang berkaitan dengan peran bank Indonesia dalam menghadapi inflasi.[8]
4. Teknik
Analisa Data
Peneliti
ini menggunakan teknik analisis data kualitatif dengan menggunakan metode
berpikir induktif. Dalam penerapannya teknik ini digunakan untuk menganalisa
data tentang peran bank Indonesia dalam menghadapi inflasi yang bersifat khusus
kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum.[9]
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A. Bank Indonesia
1.
Pengertian
Bank Indonesia
Bank Indonesia adalah Bank Sentral
Republik Indonesia, dan merupakan badan hukum yang memiliki kewenangan hukum,
sebagaimana menurut Undang-Undang Nomor
3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia, yang di maksud dengan Bank Sentral adalah
lembaga Negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang
sah dari suatu Negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur
dan menjaga kelancaran system pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan,
serta menjalankan lender of the resort (pasal 4 Ayat 1).[10]
Bank Sentral adalah lembaga keuangan perbankan yang
berbentuk badan hukum. Sebagai sebuah bank, maka bank sentral mempunyai
beberapa kesamaan dengan bank pada umumnya, antara lain adalah[11]:
a. Melakukan fungsi
intermediasi
Sebagai fungsi intermediasi, bank sentral dapat
memberikan kredit kepada bank-bank komersial, khususnya melalui fasilitas
diskonto.
b.
Mengumpulkan dana
Dana yang dikumpulkan bank sentral ada yang bersifat
wajib dipenuhi mersial dan ada yang dilakukan melalui mekanisme pasar. Dana
yang bersifat wajib adalah Giro Wajib Minimum (GWM), sedangkan dana yang
dikumpulkan melalui mekanisme pasar misalnya melaui penjualan Sertifikat Bank
Indonesia (SBI)
c.
Asetnya didominasi oleh aset finansial
d.
Motivasi utama pendirian Bank Sentral bukanlah memperoleh
laba
Bank sentral didirikan untuk menjaga stabilitas sektor
moneter yang sangat menopang satbilitas perekonomian. Namun bukan berarti bank
sentral tidak dapat memperoleh laba.
e. Mempunyai hak
monopoli mengedarkan uang kertas dan logam
Kegiatan mencetak dan atau mengedarkan uang kertas dan
logam hanya boleh dilakukan oleh bank sentral. Selain itu, bank sentral juga
mempunyai hak menarik dari peredaran uang kertas dan logam yang lama atau
dinyatakan tidak berlaku lagi.
f. Berkedudukan di ibu
kota negara
Bank Indonesia di pimpin oleh Dewan
Gubernur dalam melaksanakan tugas dan wewenang. Dewan ini terdiri atas seorang
Gubernur sebagai pemimpin, di bantu oleh
seorang Deputi Gubernur Senior sebagai Wakil, dan sekurang-kurangnya
empat atau sebanyak-banyak tujuh Deputi Gubernur. Ggubernur Bank Idonesia Saat
ini ialah Darmin Nasution.
2.
Tujuan
dan Tugas Bank Indonesia
Bahwa
tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah,
artinya BI harus menjaga agar nilai mata uang atas barang dan jasa tetap
stabil. Adapun maksud dari kestabilan rupiah yang diinginkan
oleh Bank Indonesia ada yaitu, kestabilan terhadap barang dan jasa yang dapat
diukur dengan atau tercermin dari perkembangan laju inflasi, dan kestabilan terhadap
mata uang negara lain. Hal ini dapat diukur dengan atau dari perkembangan nilai
tukar Rupiah terhadap mata uang negara lain.
Dalam rangka mencapai tujuan untuk
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia didukung oleh
tiga pilar yang merupakan 3 (tiga) bidang utama tugas Bank Indonesia yaitu[12]:
a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
Untuk mencapai tujuan Bank Indonesia dalam menjaga
kestabilan nilai rupiah, pasal 10 UU BI menegaskan bahwa Bank Indonesia
memiliki kewenangan untuk melaksanakan kebijakan moneter melalui penetapan
sasaran moneter dengan memerhatikan sasaran laju inflasi serta melakukan
pengendalian moneter melalui berbagai cara antara lain:
1)
Operasi
pasar terbuka, yaitu dengan menjual Sertifikat Bank Indonesia untuk mengurangi
jumlah uang yang beredar atau membeli surat berharga dari masyarakat untuk
menambah jumlah yang beredar.
2)
Penetapan
cadangan wajib minimum (CAR) yaitu cadangan wajib minimum yang harus di taati
oleh Bank umum, kebijakan ini ditembuh untuj mengendalikan uang yang beredar.
3)
Pengaturan
kredit atau pembiayaan. Dalam kebijakan ini Bank Indonesia dapat menaikan atau
menurunkan batas maksimum pemberian kresit.
b.
Mengatur dan
menjaga kelancaran system moneter.
1) Melaksanakan
dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem
pembayaran, seperti transfer dana dalam nilai yang besar,
2) mewajibkan
penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan kegiatannya,
3) serta
menetapkan penggunaan alat pembayaran. Agar penyelenggaraan jasa sistem
pembayaran oleh pihak lain memenuhi persyaratan, khususnya
persyaratan keamanan dan efisiensi.
c.
Mengatur dan
mengawasi bank.
Bank Indonesia menetapkan peraturan,
memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari
bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan memberikan sanksi terhadap bank
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank
Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung
tinggi prinsip kehati-hatian.Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan,
selain memberikan dan mencabut izin usaha bank, Bank Indonesia juga dapat
memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan
persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, serta memberikan izin
kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
Di bidang pengawasan, Bank Indonesia
melakukan pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung
dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu
bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian,
analisis dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan oleh bank.
3. Fungsi Bank Indonesia
a.
Agen
fiskal pemerintah (Fiscal Agent of
Government)
Bank
sentral berfungsi memberikan nasehat dan bantuan untuk mengelola berbagai
maslah/transaksi keuangan pemerintah, seperti menyimpan asset milik pemerintah.
b.
Banknya
Bank (Banker of Bank atau Lender of Last
Resort)
Sebagai banknya bank,
bank sentral memberi bantuan kepada bank-bank umum yang mengalami kesulitan
likuiditas tetapi sulit mendapatkan dananya dari sumber dana lain.
c. Penentu dan Pelaksana Kebijakan Moneter
(Monetary Policy Maker)
Sebagai
penentu dan pelaksana kebijakan moneter, bank sentral bertugas mengendalikan
jumlah uang beredar (dan tingkat bunga) dengan menggunakan instrument-instrumen
kebijakan moneter.
d. Pengawasan, Evaluasi, dan pembinaan
Perbankan (Supervision, Examination, and
Regulation of Members Bank)
Mengingat bahwa sampai
saat ini bank adalah lembaga keuangan yang terbesar dan terpenting, maka
kesehatan dan kestabilan sektor perbankan memberikan kontribusi yang sangat
besar bagi stabilitas sektor keuangan. Oleh karena itu, pengawasan, evaluasi,
dan pembinaan perbankan oleh bank sentral sangat penting.
e. Penanganan Transaksi Giro (The Clearing)
Dengan
fungsi ini bank sentral mengontrol dan mengelola kegiatan-kegiatan transaksi
yang menggunakan alat pembayaran giro, sebab transaksi-transaksi tersebut
terjadi dalam jumlah yang sangat besar, antarbank, antarwilayah, dan
antarnegara.
f. Riset-riset Ekonomi
Riset-riset
yang dilakukan bank sentral terutama yang berkaitan dengan masalah-masalah dan
perkembangan sektor moneter.
B. Inflasi
1. Pengertian
Inflasi
a. Kecenderungan
dari harga-harga untuk naik secara umum dan secara terus-menerus. (Boediono,
1985: 161).
b. Inflasi
adalah proses kenaikan harga-harga umum secara terus-menerus selama periode
tertentu. (Nopirin, 1990: 25)
c. Suatu keadaan
dimana terjadi senantiasa turunnya nilai uang.
(Mannullang, 1993: 83)
d. Inflasi
terjadi apabila tingkat harga-harga dan biaya-biaya umum naik, harga beras,
bahan bakar, harga mobil naik, tingkat upah, harga tanah, dan semua
barang-barang modal naik. (Samuelson dan Nordhaus, 1993: 293)
Inflasi mempunyai pengertian sebagai sebuah gejala
kenaikan harga barang yang bersifat umum dan terus-menerus. Inflasi adalah
proses kenaikan harga-harga secara terus-menerus yang bersumber dari
terganggunya keseimbangan antara arus uang dan barang.
Dari pengertian ini, inflasi mempunyai penjelasan
bahwa inflasi merupakan suatu gejala dimana banyak terjadi kenaikan harga
barang yang terjadi secara sengaja ataupun secara alami yang terjadi tidak
hanya di suatu tempat, melainkan diseluruh penjuru suatu negara bahkan dunia.
Kenaikan harga ini berlangsung secara berkesinambungan dan bisa makin meninggi
lagi harga barang tersebut jika tidak ditemukannya solusi pemecahan
penyimpangan – penyimpangan yang menyebabkan terjadinya inflasi tersebut. Perlu diingat bahwa kenaikan harga dari satu atau
dua barang saja tidak disebut inflasi[13].
2. Jenis-Jenis Inflasi
1. Jenis-Jenis
Inflasi Berdasarkan Tingkat Keparahannya
Berdasarkan tingkat keparahannya,
inflasi dapat dibedakan atas ringan, sedang, berat, dan sangat berat.
a. Inflasi
ringan : Inflasi ringan adalah inflasi yang masih belum begitu mengganggu
keadaan ekonomi. Inflasi ini dapat dengan mudah dikendalikan. Harga-harga yang
naik secara umum, namun belum menimbulkan krisis di bidang ekonomi. Inflasi
ringan berada di bawah 10% per tahun.
b. Inflasi
sedang : Inflasi ini belum membahayakan kegiatan ekonomi. Tetapi inflasi ini
bisa menurunkan kesejahteraan orang-orang berpenghasilan tetap. Inflasi sedang
berkisar antara 10%-30% per tahun.
c. Inflasi
berat : Inflasi ini sudah mengacaukan kondisi perekonomian. Pada inflasi berat
ini, biasanya orang cenderung menyimpan barang. Dan pada umumnya orang
mengurungkan niatnya untuk menabung, karena bunga pada tabungan lebih rendah
daripada laju inflasi. Inflasi berat berkisar antara 30%-100% per tahun.
d. Inflasi
sangat berat (Hyperinflation) : Inflasi jenis ini sudah mengacaukan kondisi
perekonomian dan susah dikendalikan walaupun dengan kebijakan moneter dan
kebijakan fiskal. Inflasi yang sangat berat berada pada 100% keatas setiap
tahun.
2.
Jenis-Jenis Inflasi Berdasarkan
Sumbernya
Berdasarkan sumbernya, inflasi
dibedakan atas inflasi yang bersumber dari luar
negeri
dan inflasi yang bersumber dari dalam negeri.
a. Inflasi
yang bersumber dari luar negeri : Inflasi ini terjadi karena ada kenaikan harga di luar
negeri. Pada perdagangan bebas, banyak negara yang saling berhubungan dalam
perdagangan. Bila suatu negara mengimpor barang pada negara yang mengalami
inflasi, maka otomatis kenaikan harga tersebut (inflasi) akan memengaruhi
harga-harga dalam negerinya sehingga menimbulkan inflasi. Contoh, Indonesia
banyak mengimpor barang-barang modal dari negara lain. Jika di negara itu harga
barang-barang modal naik, maka kenaikannya itu akan turut berpengaruh di
Indonesia sehingga menimbulkan inflasi.
b. Inflasi
yang bersumber dari dalam negeri : Inflasi yang bersumber dari dalam negeri dapat terjadi
karena pencetakan uang baru oleh pemerintah atau penerapan anggaran defisit.
Inflasi yang bersumber dari dalam negeri juga dapat terjadi karena kegagalan
panen. Kegagalan panen menyebabkan penawaran pada suatu jenis barang berkurang,
sedangkan permintaan tetap, sehingga harga-harga akan naik.
3.
Jenis-Jenis Inflasi Berdasarkan
Penyebabnya
Berdasarkan penyebabnya, inflasi
dapat dibedakan atas inflasi karena kenaikan permintaan dan inflasi karena
biaya produksi
a. Inflasi
karena kenaikan permintaan : Kenaikan permintaan terkadang tidak dapat dipenuhi
produsen. Oleh karena itu, harga-harga cenderung naik. Hal ini sesuai dengan
hukum ekonomi "jika permintaan naik sedangkan penawaran tetap, maka harga
cenderung naik.
b. Inflasi
karena kenaikan biaya produksi : Kenaikan biaya produksi mengakibatkan harga
penawaran barang naik, sehingga dapat menimbulkan inflasi.
3.
Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Inflasi
a. Jumlah Uang
Beredar.
Menurut sudut pandang kaum moneteris jumlah uang
beredar adalah faktor utama yang di tuding sebagai penyebab timbulnya inflasi
di setiap Negara berkembang, tidak terkecuali di Indonesia. Di Indonesia jumlah
uang beredar ini lebih banyak diterjemahkan dalam konsep narrow money (MI). Hal
ini terjadi karena masih adanya tanggapan, bahwa uang dikuasai hanya merupakan
bagian dari likuiditasi perbankan. Sejak tahun 1976 presentase uang kuartal
yang beredar (48,7%) lebih kecil daripada presentase jumlah uang giral yang
beredar (51,3%).sehingga mengindikasikan bahwa telah terjadi proses modernisasi
di sektor moneter Indonesia juga mengindikasikan bahwa semakin sulitnya proses
pengendalian jumlah uang beredar di Indonesia, dan semakin meluasnya
moneterisasi dalam kegiatan perekonomian subsisten, akibatnya memberikan
kecenderungan meningkatnya laju inflasi. Menurut data yang dihimpun dalam
Laporan Bank Dunia menunjukan laju pertumbuhan rata-rata jumlah uang beredar di
Indonesia pada periode tahun 1980-1992 relatif tinggi jika dibandingkan dengan
Negara-negara ASEAN lainnya (kecuali Filipina).kenaikan jumlah uang beredar di
Indonesia pada tahun 1970-an sampai awal tahun 1980-an lebih disebabkan oleh
pertumbuhan kredit likuiditas dan defisit anggaran belanja pemerintah.
Pertumbuhan ini dapat merupakan efek langsung dari kebijakan Bank Indonesia
dalam sector keuangan (terutama dalam hal penurunan reserve requirement).
b. Defisit
Anggaran Belanja Pemerintah
Seperti halnya yang umum terjadi pada Negara
berkembang, anggaran belanja pemerintah Indonesia pun sebenarnya mengalami
defisit, meskipun Indonesia menganut prinsip anggaran berimbang. Defisitnya
anggaran belanja ini banyak sekali disebabkan oleh hal-hal yang menyangkut
keterangan struktural ekonomi Indonesia, yang acap kali menimbulkan kesenjangan
antara kemauan dan kemampuan untuk membangun. Selama pemerintahan Orde lama
defisit anggaran belanja ini acapkali di biaya dari dalam negeri dengan cara
melakukan pencetakan uang baru, mengingat orientasi kebijaksanaan pembangunan
ekonomi yang inward looking policy, sehingga menyebabkan tekanan inflasi yang
hebat, tetapi sejak era Orde Baru, defisit anggaran belanja ini di tutup dengan
pinjaman luar negeri yang nampaknya relatif aman terhadap tekanan inflasi.
Dalam era pemerintahan Orde baru, kebutuhan
terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi yang telah dicanangkan sejak
Pembangunan Jangka Panjang, menyebabkan kebutuhan dana untuk melakukan
pembangunan sangat besar. Dengan mengingat bahwa potensi mobilisasi dana
pembangunan dari masyarakat (baik dari sektor tabungan masyarakat maupun
pendapatan pajak) di dalam negeri pada saat itu yang sangat terbatas (belum
berkembang), juga kemampuan sector swasta yang terbatas dalam melakukan
pembangunan, menyebabkan pemerintah harus berperan sebagai motor pembangunan.
Hal ini menyebabkan pos pengeluaran APBN menjadi lebih besar daripada
penerimaan rutin. Artinya, peran pengeluaran pemerintah dalam investasi tidak
dapat di imbangi dengan penerimaan, sehingga menimbulkan kesenjangan antara
pengeluaran dan penerimaan Negara, atau dapat dikatakan telah defisit
struktural dalam keuangan Negara.
Pada saat terjadinya oil booming, era tahun 70-an,
pendapatan pemerintah di sector migas meningkat pesat, sehingga jumlah uang
primer pun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan kemampuan pemerintah untuk
berekspansi investasi di dalam negeri semakin meningkat. Dengan kondisi tingkat
pertumbuhan produksi domestic yang relatif lebih lamban akibat kapasitas
produksi nasional yang masih berada dalam keadaan under-employment, peningkatan
permintaan (investasi) pemerintah menyebabkan terjadi relokasi sumberdaya dari
masyarakat ke pemerintah, seperti yang terkonsep dalam analisis Keynes tentang
inflasi. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya tekanan inflasi. Tetapi, sejak
berubahnya orientasi ekspor Indonesia ke komoditi non migas, sejalan dengan
merosotnya harga minyak bumi di pasar ekspor (sejak 1982), menyebabkan
kemampuan pemerinntah untuk membiayai pembangunan nasional semakin berkurang pula,
sehingga pemerintah tidak dapat lagi mempertahankan posisinya sebagai penggerak
(motor) pembangunan. Dengan kondisi seperti ini, menyebabkan secara bertahap
peran sebagai penggerak utama pembangunan nasional, dengan demikian sumber
tekanan inflasi pun beralih dari pemerintah ke non pemerintah (swasta). Tekanan
inflasi pada periode ini lebih di sebabkan oleh meningkatnya tingkat
agresifitas sektor swasta dalam melakukan ekspansi usaha, yang didukung oleh
perkembangan sektor perbankan yang semakin ekspansif pula. Dengan kondisi
sumberdaya modal domestic yang masih saja relatif terbatas, maka pinjaman luar
negeri yang sifatnya komersial maupun non komersial pun semakin meningkat.
Peran pemerintah ini dapat dimaklumi karena kemampuan swasta nasional dalam pembangunan
infrastruktur ekonomi masih sangat terbatas.
Penyebab Inflasi, dapat dibagi menjadi :
1)
Demand Side Inflation, yaitu disebabkan oleh
kenaikan permintaan agregat yang melebihi kenaikan penawaran agregat
2)
Supply Side Inflation, yaitu disebabkan oleh kenaikan
penawaran agregat yang melebihi permintaan agregat
3)
Demand Supply Inflation, yaiti inflasi yang
disebabkan oleh kombinasi antara kenaikan permintaan agregat yang kemudian
diikuti oleh kenaikan penawaran agregat,sehingga harga menjadi meningkat lebih tinggi
4)
Supressed Inflation atau Inflasi yang
ditutup-tutupi, yaitu inflasi yang pada suatu waktu akan timbul dan menunjukkan
dirinya karena harga-harga resmi semakin tidak relevan dalam kenyataan[14].
4. Efek Yang
Ditimbulkan Dari Inflasi
a.
Efek terhadap pendapatan (Equity Effect)
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada
yang dirugikan tetapi ada pula yang di untungkan dengan adanya Inflasi.
Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi.
Misalnya seorang yang memperoleh pendapatan tetap Rp. 500.000,00 per tahun
sedang laju inflasi sebesar 10%, akan menderita kerugian penurunan pendapatan
riil sebesar laju inflasi tersebut, yakni Rp.50.000,00
b.
Efek terhadap efisiensi (Efficiency Effect).
Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi
faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan
akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan
dalam produksi beberapa barang tertentu sehingga mengakibatkan alokasi faktor
produksi menjadi tidak efisien.
c. Efek terhadap
Output (Output Effect).
d. Dalam
menganalisa kedua efek diatas (Equity dan Efficiency Effect) digunakan suatu
anggapan bahwa output tetap. Hal ini dilakukan supaya dapat diketahui efek
inflasi terhadap distribusi pendapatan dan efisiensi dari jumlah output
tertentu tersebut.
e. Inflasi dan
Perkembangan Ekonomi.
Inflasi yang tinggi tingkatnya tidak akan
menggalakan perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan
kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya
lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Antara lain tujuan ini
dicapai dengan pembeli harta-harta tetap setiap tanah, rumah dan bangunan. Oleh
karena pengusaha lebih suka menjalankan kegiatan investasi yang bersifat seperti
ini, investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi menurun.
Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran akan terwujud.
f. Inflasi dan
Kemakmuran masyarakat.
Disamping menimbulkan efek buruk di atas kegiatan
ekonomi Negara, inflasi juga akan menimbulkan efek-efek berikut kepada individu
masyarakat :
1)
Inflasi akan menimbulkan pendapatan riil
orang-orang yang berpendapatan tetap.
2)
Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang
berbentuk uang.
5. Cara Mencegah
Inflasi
a. Kebijakan
Moneter
Kebijakan ini adalah kebijakan yang berasal dari
bank sentral dalam mengatur jumlah uang yang beredar melalui
instrument-instrumen moneter yang dimiliki oleh bank sentral. Melalui
instrument ini diharapkan peredaran uang dapat diatur dan inflasi dapat di
kendalikan sesuai dengan yang telah ditargetkan sebelumnya. Terdapat tiga
kebijakan yang dapat di tempuh bank sentral dalam mengatur inflasi :
1) Kebijakan
Diskonto. Kebijakan diskonto (discount policy) adalah kebijakan bank sentral
untuk mempengaruhi peredaran uanng dengan jalan menaikkan dan menurunkan
tingkat bunga. Kaitannya dengan bank syari'ah yaitu dengan jalan menaikkan dan
menurunkan tingkat nisbah bagi hasil.
2) Operasi Pasar
Terbuka. Yaitu dengan jalan membeli dan menjual surat-surat berharga.
3) Kebijakan
Persediaan Kas (cash ratio policy). Yaitu kebijakan bank sentral untuk
mempengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikkan dan menurunkan presentasi
persediaan kas dari bank.
b. Kebijaksanaan
Fiskal
Kebijaksanaan fiskal menyangkut pengaturan tentang
pengeluaran pemerintah serrta perpajakan yang secara langsung dapat
mempengaruhi permintaan total dan dengan demikian akan mempengaruhi harga.
Inflasi dapat dicegah melalui penurunan permintaan total. Kebijakan fiskal yang
berupa pengurangan pengeluaran pemerintah serta kenaikan pajak akan dapat
mengurangi permintaan total, sehingga inflasi dapat ditekan.
c. Kebijaksanaan
yang berkaitan dengan Output.
Kenaikan Output dapat memperkecil laju inflasi.
Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijaksanaan
penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya
jumlah barang didalam negeri cenderung menurunkan harga.
d. Kebijaksanaan
Penentuan Harga Dan Indexing.
Ini dilakukan dengan penentuam ceiling harga, serta
mendasarkan pada indeks harga tertentu untuk gaji ataupun upah (dengan demikian
gaji/upah secara riil tetap). Kalau indeks harga naik maka gaji/upah juga
dinaikan.
e. Kebijakan
Lain
a. Peningkatan
Produksi. Meski jumlah uang beredar bertambah jika di iringi dengan peningkatan
produksi, maka tidak akan menyebabkan inflasi. Bahkan hal ini menunjukkan
adanya peningkatan kemampuan ekonomi.
b. Kebijakan
Upah. Inflasi dapat diatasi dengan menurunkan pendapatan yang siap dibelanjakan
(disposable income) masyarakat.
c.
Pengawasan Harga. Kecenderungan dinaikkannya harga
oleh pengusaha dapat diatasi dengan adanya pengawasan harga pasar.
f. Perbaikan
Prilaku Masyarakat
Dalam mengatasi inflasi, selain kebijakan-kebijakan
di atas perlu adanya perbaikan prilaku masyarakat. Sesungguhnya stabilitas
nilai mata uang tidak didasarkan kepada zat mata uang, sehingga berefek pada
tindakan revolusioner yang mengubah seluruh zat mata uang dari kertas ke logam
mulia emas dan perak, melainkan dengan perbaikan perilaku ekonomi manusia yang
berada di sekitar mata uang tersebut.
Ciri kerusakan mata uang dînâr-dirham dan mata uang
kertas adalah sama, yakni sama-sama diakibatkan oleh perilaku ekonomi yang
destruktif. Mata uang dînâr-dirham pernah rusak karena penimbunan dan
pemalsuan, sedangkan mata uang kertas pernah rusak karena pembungaan dan
spekulasi. Krisis moneter di akhir tahun sembilan puluhan dan krisis global
yang terjadi baru-baru ini, bersumber dari pembungaan dan spekulasi tersebut.
Sedangkan menurut M. Hatta[2] setidaknya ada tujuh
kebijakan moneter Islam yang dapat mengendalikan inflasi baik secara langsung
maupun tidak langsung, yaitu: Dinar dan dirham sebagai mata uang, hukum jual
beli mata uang asing, hukum pertukaran mata uang, hukum bunga, hukum pasar
modal, hukum perbankan, hukum pertukaran internasional, dan otoritas kebijakan
moneter[16].
6. Cara
Mengatasi Inflasi
Untuk mengatasi terjadinya Inflasi, bisa dilakukan
kebijakan uang ketat meliputi :
a. Peningkatan
tingkat suku bunga
b. Penjualan
surat berharga
c. Peningkatan
cadangan Kas
d. Pengetatan
pemberian kredit.
Dalam pemulihan makro ekonomi, tim ekonomi
pemerintah harus mampu menciptakan kestabilan makro ekonomi, dengan menekan
inflation rate menjadi single digit, sekitar 8%. Makro ekonomi yang menyangkut
tiga komponen yaitu interest rate, inflation rate dan exchange rate, yang
semuanya saling tergantung dan saling mempengaruhi satu sama lain. Di sisi
lain, dengan diturunkannya BI rate, hal tersebut berpengaruh pada turunnya suku
bunga perbankan dan akan mendorong investor menanamkan investasi lebih banyak.
Aktivitas perekonomian terus berputar. Dengan demikian akan mampu menyerap
tenaga kerja dalam jumlah yang besar secara bertahap, sehingga pendapatan
masyarakat akan ikut naik. Dalam rangka menungkatkan iklim investasi secara
nasional guna menanggulangi dan meningkatkan di sektor riil[17].
C. Peran Bank Indonesia Dalam Stabilitas Keuangan
Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter
tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan
stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.
Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan
begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari
efektivitas kebijakan moneter.
Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi
kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka
transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya,
ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem
keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang menjadi
latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan
tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia.Bank Indonesia memiliki lima peran
utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang
mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu
adalah[18]:
Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas
moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka.
Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat
dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak
langsung terhadap berbagai aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui
penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan
kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan
stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang
disebut inflation targeting
framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan
kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja
lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme
pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan
memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan
di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu
perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan
dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan.
Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam
pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law enforcement)
harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negara-negara yang
menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara
itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk
melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan
terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di sektor perbankan
secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Base.
Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan
menjaga kelancaran sistem
pembayaran.
Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta
dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup
serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat
menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga
menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik.
Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk
mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat.
Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real
time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement)
yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai
otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan
keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.
Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank
Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas
keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia
dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential
shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan.
Melalui riset, Bank
Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential
untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan
tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam
mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor
keuangan.
Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai
lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran
tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna
menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan.
Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada
kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang
menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang
bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank
yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan
untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank
Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena itu,
pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam
penyediaan likuiditas tersebut.
BAB III
HASIL PENELITIAN
A.
Sejarah Singkat Bank Indonesia
1.
Masa
Penjajahan
Sebelum
Indonesia merdeka, tepatnya tanggal 10 Oktober 1827 di wilayah Hindia Belanda
(Nusantara), sudah didirikan bank oleh pemerintah Hindia Belanda. Bank tersebut
diberi nama De Javasche Bank kedudukan di Batavia (sekarang Jakarta).
Bank tersebut bukanlah milik pemerintah, namun semua pimpinannya diangkat oleh
pemerintah. Tujuan utama pendirian bank tersebut adalah untuk meningkatkan
perekonomian pemerintah Belanda. Pada tahun 1951, De Javashe Bank di
nasionalisasikan diganti namanya menjadi Bank Indonesia.
Selain bank
yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda,ada juga bank yang didirikan oleh
swasta yang dananya berasal dari orang-orang Belanda, Inggris, Jepang, dan Cina.
Bank-bank yang dimiliki oleh orang Belanda adalah
1.
Nederland
Handels Maatschappij (1824).
2.
De
Escomptobank N.V (1857), dan
3.
Nationale
Handelsbank (1863).
Bank-bank yang dimiliki oelh orang
Inggris adalah:
1.
The
Chartered Bank of Hindia.
2.
Hongkong
Shanghai Banking Corporation.
Bank-bank yang dimiliki oleh orang
inggris adalah:
1.
The Yokohama
Shokin Bank, dan
2.
The Mitsui
Bank.
Bank-bank yang dimiliki oleh orang
Cina adalah:
1.
The Overseas
Chinese Banking Corporation.
2.
The Bank of
China.
3.
NV Batavia
Bank, dan
4.
NV Bank
Vereeninging Oei Tiong Ham.
Keberadaan
bank-bank swasta asing tersebut lebih bersifat menguntungkan orang-orang asing
dan bukunya memajukan perekonomian rakyat Indonesia. Namun, untunglah terdapat
beberapa tokoh (orang indonesia yang memikirkan nasib perekonomian rakyat.
Mereka mendirikan berbagai organisasi yang kegiatannya untuk meningkatkan
perekomonian orang indoensia. Di antara sekian banyak organisasi yang muncul di
indonesia yang sangat terkenal adalah:
1.
Bank Pyiyayi
yang didirikan oleh Patih Wiriaatmadja dii Purwokerto tahun 1896.
2. Indonesia Study Club, yang dipimpin oleh Dr. Sutomo,
mendirikan koperasi, sekolah tenun, pusat kerajinan, dan bank. Bank yang
didirikan di Surabaya diberi nama Bank Nasional Indonesia pada tahun 1925
3. NV Bank Boemi di Jakarta yang dipelopori oleh
Sumanang.
4. Bank Nasional Abuan Saudagar di Bukittinggi.
2.
Masa
Kemerdekaan
Setelah
jepang menyerah pada Perang Dunia kedua, Belanda kembali lagi ke Indonesia
dengan membonceng tentara Inggris. Akibanya, wilayah Indonesia saat itu terbagi
menjadi dua, yaitu Daerah Republik yang dikuasai oleh pemerintah
Republik Indinesia dan Daerah Federal yang diduduki oleh Belanda.
Di daerah
Republik terdapat bank pemerintah dan bank swasta. Bank pemerintah yang ada
pada saat itu adalah:
1. Bank Negara Indonesia (BNI) yang didirikan tanggal 5
juli 1946.
2. Bank Rakyat Indonesia (BRI), yang berasal dari De
Algemene Volkscredietbank.
Adapun bank - bank swasta yang ada
pada saat itu adalah:
1.
Bank
Surakarta Maskapai Andil Bumi Puteri di Solo.
2.
Bank
Indonesia di Palembang.
3.
Indonesia
Banking Corporaton di Yogyakarta, dan
4.
Bank
Nasional Indonesia di Surabaya.
Di daerah
Federasi terdapat bank yang dimiliki oleh swasta, yakni
1.
NV Bank
Soelawesi di Manado.
2.
NV Bank
Perniagaan Indonesia.
3.
NV Bank
Timoer di Semarang.
4.
Bank Dagang
Indonesia VV di Banjarmasin, dan
5.
Kalimantan
Trading Corpporation di Samarinda.
Dewasa ini
di Indonesia terdapat banyak bank yang dimiliki oleh pemerintah maupun swasta
nasional dan swasta nasional dan swasta asing, namun, menurut fungsinya
bank-bank tersebut dapat dikelompokkan menjadi Bank Sentral yaitu Bank
Indonesia.
Bank Sentral
di atur oleh Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 tentang
Kemandirian Bank Sentral, sedangkan Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat
diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan. Sejumlah pasal UU tersebut mengalami perubahan melalui Undang-Undang
No. Tahun 1998.[19]
3.
Visi dan Misi Bank Indonesia
1.
Visi
Menjadi
lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun
internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta
pencapaian inflasi yang rendah dan stabil.
2.
Misi
Mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan
pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka
panjang yang berkesinambungan.
Nilai-Nilai
Strategi
Kompetensi –
Integritas – Transparansi – Akuntabilitas – Kebersamaan (KITA – Kompak)
Sasaran
Strategis
Untuk
mewujudkan Misi, Visi dan Nilai-nilai Strategis tersebut, Bank Indonesia
menetapkan sasaran strategis jangka menengah panjang, yaitu :
a)
Terpeliharanya
Kestabilan Moneter
b) Terpeliharanya Stabilitas Sistem Keuangan
c) Terpeliharanya kondisi keuangan Bank Indonesia yang sehat
dan akuntabel
d) Meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen moneter
e) Memelihara SSK : (i) melalui efektifitas pengaturan dan
pengawasan bank, surveillance sektor keuangan,
dan manajemen krisis serta (ii) mendorong fungsi intermediasi
f) Memelihara keamanan dan efisiensi sistem pembayaran
g) Meningkatkan kapabilitas organisasi, SDM dan sistem
informasi
h) Memperkuat institusi melalui good governance,
efektivitas komunikasi dan kerangka hukum
B.
Gambaran Umum Dampak Inflasi
a.
Dampak Inflasi
Inflasi tidak selalu berdampak buruk
bagi perekonomian. Inflasi yang terkendali justru dapat meningkatkan kegiatan
perekonomian. Berikut ini adalah akibat-akibat yang ditimbulkan inflasi
terhadap kegiatan ekonomi masyarakat.
1.
Dampak Inflasi terhadap Pendapatan :
Inflasi dapat mengubah pendapatan masyarakat. Perubahan dapat bersifat
menguntungkan atau merugikan. Pada beberapa kondisi (kondisi inflasi lunak),
inflasi dapat mendorong perkembangan ekonomi. Inflasi dapat mendorong para pengusaha
memperluas produksinya. Dengan demikian, akan tumbuh kesempatan kerja baru
sekaligus bertambahnya pendapatan seseorang. Namun, bagi masyarakat yang
berpenghasilan tetap inflasi akan menyebabkan mereka rugi karena penghasilan
yang tetap itu jika ditukarkan dengan barang dan jasa akan semakin
sedikit.
2.
Dampak Inflasi Terhadap Ekspor :
Pada keadaan inflasi, daya saing untuk barang ekspor berkurang. Berkurangnya
daya saing terjadi karena harga barang ekspor semakin mahal. Inflasi dapat
menyulitkan para eksportir dan negara. Negara mengalami kerugian karena daya
saing barang ekspor berkurang, yang mengakibatkan jumlah penjualan berkurang.
Devisa yang diperoleh juga semakin kecil.
3.
Dampak Inflasi Terhadap Minat Orang
untuk Menabung : Pada masa inflasi, pendapatan rill para penabung berkurang
karena jumlah bunga yang diterima pada kenyataannya berkurang karena laju
inflasi. Misalnya, bulan januria tahun 2006 seseorang menyetor uangnya ke bank
dalam bentuk deposito satu tahun. Deposito tersebut menghasilkan bunga sebesar,
misalnya, 15% per tahun. Apabila tingkat inflasi sepanjang januari 2006-januari
2007 cukup tinggi, katakanlah 11%, maka pendapatan dari uang yang didepositokan
tinggal 4%. Minat orang untuk menabung akan berkurang.
4.
Dampak Inflasi terhadap Kalkulasi
Harga Pokok : Keadaan inflasi menyebabkan perhitungan untuk menetapkan harga
pokok dapat terlalu kecil atau bahkan terlalu besar. Oleh karena persentase
dari inflasi tidak teratur, kita tidak dapat memastikan berapa persen inflasi
untuk masa tertentu. Akibatnya, penetapan harga pokok dan harga jual sering
tidak tepat. Keadaan inflasi ini dapat mengacaukan perekonomian, terutama untuk
produsen.
b.
Cara Mengendalikan Inflasi
Tingkat
inflasi yang terlalu tinggi dapat membahayakan perekonomian suatu negara. Oleh
karena itu, inflasi harus segera diatas. Tindakan yang dapat diambil untuk
mengatasi inflasi dapat berupa kebijakan moneter, kebijakan fiskal, atau
kebijakan lainnya.
1.
Kebijakan Moneter
a)
Kebijakan penetapan persediaan kas:
Bank sentral dapat mengambil kebijakan untuk mengurangi uang yang beredar
dengan jalan menetapkan persediaan uang yang beredar dengan jalan menetapkan
persediaan uang kas pada bank-bank. Dengan mewajibkan bank-bank umum dapat
diedarkan oleh bank-bank umum menjadi sedikit. Dengan mengurangi jumlah uang
beredar, inflasi dapat ditekan.
b)
Kebijakan diskonto: Untuk mengatasi
inflasi, bank sentral dapat menerapkan kebijakan diskonto dengan cara
meningkatkan nilai suku bunga. Tujuannya adalah agar masyarakat terdorong untuk
menabung. Dengan demikian, diharapkan jumlah uang yang beredar dapat berkurang
sehingga tingkat inflasi dapat ditekan.
c)
Kebijakan operasi pasar terbuka:
Melalui kebijakan ini, bank sentral dapat mengurangi jumlah uang yang beredar
dengan cara menjual surat-surat berharga, misalnya Surat Utang Negara (SUN).
Semakin banyak jumlah surat-surat berharga yang terjual, jumlah uang beredar
akan berkurang sehingga dapat mengurangi tingkat inflasi.
2.
Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah langkah
untuk memengaruhi penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan itu dapat
memengaruhi tingkat inflasi. Kebijakan itu antara lain sebagai berikut:
a)
Menghemat pengeluaran pemerintah:
Pemerintah dapat menekan inflasi dengan cara mengurangi pengeluaran, sehingga
permintaan akan barang dan jasa berkurang yang pada akhirnya dapat menurunkan
harga.
b)
Menaikkan tarif pajak: Untuk menekan
inflasi, pemerintah dapat menaikkan tarif pajak. Naiknya tarif pajak untuk
rumah tangga dan perusahaan akan mengurangi tingkat konsumsi. Pengurangan
tingkat konsumsi dapat mengurangi permintaan barang dan jasa, sehingga harga
dapat turun.
3.
Kebijakan Lain di Luar Kebijakan
Moneter dan Kebijakan Fiskal
Untuk memperbaiki dampak yang
diakibatkan inflasi, pemerintah menerapkan kebijakan moneter dan kebijakan
fiskal. Tetapi selain kebijakan moneter dan fiskal, pemerintah masih mempunyai
cara lain. Cara-cara dalam mengendalikan inflasi adalah sebagai berikut:
a)
Meningkatkan produksi dan menambah
jumlah barang di pasar : Untuk menambah produksi, pemerintah dapat mengeluarkan
produksi. Hal itu dapat ditempuh, misalnya, dengan memberi premi atau subsidi
pada perusahaan yang dapat memenuhi target tertentu. Selain itu, untuk menambah
jumlah barang yang beredar, pemerintah juga dapat melonggarkan keran impor.
Misalnya, dengan menurunkan bea masuk barang impor.
b)
Menetapkan harga maksimum untuk
beberapa jenis barang : Penetapan harga tersebut akan mengendalikan harga yang
ada sehingga inflasi dapat dikendalikan. Tetapi penetapan itu harus realistis.
Kalau penetapan itu tidak realistis, dapat berakibat terjadi pasar gelap (black
market).[22]
C.
Peran BI Dalam Mengatasi Inflasi
Penyebab terjadinya inflasi yang pada awalnya diyakini oleh pihak Bank
Indonesia dan Bappenas karena kenaikan harga minyak dunia dan `subprime
mortgage` yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata dihantam pula oleh kenaikan
harga pangan. Gejolak perekonomian dunia yang berujung pada inflasi
sesungguhnya mulai tampak saat pendapatan per kapita Amerika Serikat mulai
turun. Namun sayangnya para ekonom di tanah air banyak yang tidak menyetujuinya
tanda-tanda itu. Salah satu sumber mngatakan beberapa cara ubtuk mengatasi
masalah inflasi tersebut. Diantaranya adalah
:
- Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter
adalah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional dengan cara
mengubah jumlah uang yang beredar. Penyebab inflasi diantara jumlah uang yang
beredar terlalu banyak sehingga dengan kebijakan ini diharapkan jumlah uang
yang beredar dapat dikurangi menuju kondisi normal.
Kebijakan moneter
dapat dilakukan melalui instrument-instrumen berikut:
a.
Politik diskoto (Politik uang ketat): bank menaikkan suku
bunga sehingga jumlah uang yang beredar dapat dikurangi.Kebijakan diskonto
dilakukan dengan menaikkan tingkat bunga sehingga mengurangi keinginan
badan-badan pemberi kredit untuk mengeluarkan pinjaman guna memenuhi permintaan
pinjaman dari masyarakat. Akibatnya, jumlah kredit yang dikeluarkan oleh
badan-badan kredit akan berkurang, yang pada akhirnya mengurangi tekanan
inflasi.
b.
Politik pasar terbuka: bank sentral menjual obligasi atau
surat berharga ke pasar modal untuk menyerap uang dari masyarakat dan dengan
menjual surat berharga bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang
beredar sehingga jumlah uang beredar dapat dikurangi dan laju inflasi dapat
lebih rendah.Operasi pasar terbuka (open market operation), biasa disebut
dengan kebijakan uang ketat (tight money policy), dilakukan dengan menjual
surat-surat berharga, seperti obligasi negara, kepada masyarakat dan bank-bank.
Akibatnya, jumlah uang beredar di masyarakat dan pemberian kredit oleh
badan-badan kredit (bank) berkurang, yang pada akhirnya dapat mengurangi
tekanan inflasi.
c.
Peningkatan cash ratio:Kebijakan persediaan kas artinya
cadangan yang diwajibkan oleh Bank Sentral kepada bank-bank umum yang besarnya
tergantung kepada keputusan dari bank sentral/pemerintah. Dengan jalan menaikan
perbandingan antara uang yang beredar dengan uang yang mengendap di dalam kas
mengakibatkan kemampuan bank untuk menciptakan kredit berkurang sehingga jumlah
uang yang beredar akan berkurang. Menaikkan cadangan uang kas yang ada di bank
sehingga jumlah uang bank yang dapat dipinjamkan kepada debitur/masyarakat
menjadi berkurang. Hal ini berarti dapat mengurangi jumlah uang yang beredar.
- Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal
adalah kebijakan yang berhubugan dengan finansial pemerintah. Kebijakan fiskal
dapat dilakukan melalui instrument berikut:
a.
Mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah, sehingga
pengeluaran keseluruhan dalam perekonomian bisa dikendalikan. Pemerintah tidak
menambah pengeluarannya agar anggaran tidak defisit.
b.
Menaikkan pajak. Dengan menaikkan pajak, konsumen akan
mengurangi jumlah konsumsinya karena sebagian pendapatannya untuk membayar
pajak. Dan juga akan mengakibatkan penerimaan uang masyarakat berkurang dan ini
berpengaruh pada daya beli masyarakat yang menurun, dan tentunya permintaan
akan barang dan jasa yang bersifat konsumtif tentunya berkurang.
- Kebijakan Non Moneter
Kebijakan nom
moneter adalah kebijakan yang tidak berhubungan dengan finansial pemerintah
maupun jumla uang yang beredar, cara ini merupakan langkah alternatif untuk
mengatasi inflasi. Kebijakan non moneter dapat dilakukan melalui instrument
berikut:
a.
Mendorong agar pengusaha menaikkan hasil produksinya.
Cara ini cukup efektif mengingat inflasi disebabkan oleh kenaikan jumlah barang konsumsi tidak seimbang dengan jumlah uang yang beredar. Oleh karena itu pemerintah membuat prioritas produksi atau memberi bantuan (subsidi) kepada sektor produksi bahan bakar, produksi beras.
Cara ini cukup efektif mengingat inflasi disebabkan oleh kenaikan jumlah barang konsumsi tidak seimbang dengan jumlah uang yang beredar. Oleh karena itu pemerintah membuat prioritas produksi atau memberi bantuan (subsidi) kepada sektor produksi bahan bakar, produksi beras.
b.
Menekan tingkat upah. tidak lain merupakan upaya menstabilkan
upah/gaji, dalam pengertian bahwa upah tidak sering dinaikan karena kenaikan
yang relatif sering dilakukan akan dapat meningkatkan daya beli dan pada
akhirnya akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan
dan pada akhirnya akan menimbulkan inflasi.
c.
Pemerintah melakukan pengawasan harga dan sekaligus
menetapkan harga maksimal.
d.
Pemerintah melakukan distribusi secara langsung. Dimaksudkan agar harga tidak terjadi kenaikan, hal ini
seperti yang dilakukan pemerintah dalam menetapkan harga tertinggi (harga
eceran tertinggi/HET). Pengendalian harga yang baik tidak
akan berhasil tanpa ada pengawasan. Pengawasan yang tidak baik biasanya akan
menimbulkan pasar gelap. Untuk menghindari pasar gelap maka distribusi barang
harus dapat dilakukan dengan lancar, seperti yang dilakukan pemerintah melalui
Bulog atau KUD.
e.
Penanggulangan inflasi yang sangat parah (hyper inflation)
ditempuh dengan cara melakukan sneering (pemotongan nilai mata uang).Sanering
berasal dari bahasa Belanda yang berarti penyehatan, pembersihan, reorganisasi.
Kebijakan sanering antara lain:
1.
Penurunan nilai uang
2.
Pembekuan sebagian simpanan pada bank – bank dengan ketentuan
bahwa simpanan yang dibekukan akan diganti
menjadi simpanan jangka panjang oleh pemerintah. Senering ini pernah dilakukan oleh pemerintah pada tahun
1960-an pada saat inflasi mencapai 650%. Pemerintah memotong nilai mata uang
pecahan Rp. 1.000,00 menjadi Rp. 1,00.
f.
Kebijakan yang berkaitan dengan output. Kenaikan output dapat
memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai misalnya
dengan kebijakan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat.
Bertambahnya jumlah barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga.
g.
Kebijakan penentuan harga dan indexing. Ini dilakukan dengan
penentuan ceiling price.
h.
Devaluasi adalah penurunan nilai mata uang dalam negeri
terhadap mata uang luar negeri. Jika hal tersebut terjadi biasanya pemerintah
melakukan intervensi agar nilai mata uang dalam negeri tetap stabil. Istilah
devaluasi lebih sering dikaitkan dengan menurunnya nilai uang satu negara
terhadap nilai mata uang asing. Devaluasi juga merujuk kepada kebijakan
pemerintah menurunkan nilai mata uang sendiri terhadap mata uang asing.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Selain melaksanakan fungsi-fungsi
Pemerintah dalam bidang Ekonomi dan Moneter,Bank Sentral juga sebagai Lembaga
keuangan Negara yang mempunyai tugas merumuskan
dan melaksanakan kebijakan moneter, Mengontrol kelancaran lalulintas
pembayaran, dan Pengawasan Perbankan. Perumusan serta pelaksanaan
kebijakan moneter terlebih dahulu perlu diketahui bentuk umum dari neraca
bank sentral,serta alat/instrument kebijakan moneter.
DAFTAR PUSTAKA
Noprin,
Ekonomi Moneter, Yogyakarta: Bppe, 1992
Suraya Murcitaningrum,
Pengantar Metodologi Penelitian
Ekonomi Islam, Yogyakrta : Prudent
Media, 2013
Burhan
Bungin, Metodologi Penelitian Sosial dan
Ekonomi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013
Sumadi
Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2008
Cik
Hasan Bisri, Penuntun Rencana Penelitian
dan Penulisan Skripsi Bidang Ilmu Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2003
P.
Joko Subagiyo, Metodelogi Penelitian Dalam Teori dan Prektek, Jakarta:
Rineka Cipta,2004
Burhan
Ashafa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta:
Rineka Cipta, 2004
Hasibuan,
Malayu, Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: Bumi Aksara, 2001
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan
Lainnya, Jakarta: Rajawali Pers, 2010
Hermanita,
Perekonomian Indonesia, Yogyakarta: Idea Press, 2013
Boediono,
Ekonomi Makro, Edisi Keempat, (Yogyakarta: BPFE), h. 40-42
Sadono,
Sukirno, Pengantar Teori Makro Ekonomi,. Edisi Ketiga, Jakarta: PT.
Grafindo Persada
[1] Noprin, Ekonomi
Moneter, (Yogyakarta: Bppe, 1992) H. 6
[2] Suraya
Murcitaningrum,
Pengantar Metodologi Penelitian
Ekonomi Islam, (Yogyakrta :
Prudent Media, 2013), h. 25
[3] Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2013), h. 129.
[4] Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2008), h. 39.
[5] Cik Hasan Bisri, Penuntun Rencana Penelitian dan Penulisan
Skripsi Bidang Ilmu Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2003), h. 32.
[6] Cik Hasan Bisri, Penuntun Rencana Penelitian dan Penulisan
Skripsi Bidang Ilmu Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2003), h. 32.
[7] P. Joko Subagiyo, Metodelogi
Penelitian Dalam Teori dan Prektek, (Jakarta: Rineka Cipta,2004), h. 39
[8] Burhan Ashafa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2004), h.16.
[9] Suraya
Murcitaningrum,
Pengantar Metodologi Penelitian
Ekonomi Islam, (Yogyakrta :
Prudent Media, 2013), h. 80
[13] Hermanita, Perekonomian
Indonesia, (Yogyakarta: Idea Press, 2013), p. 14
[14] Boediono, Ekonomi
Makro, Edisi Keempat, (Yogyakarta: BPFE), h. 40-42
[15] Sadono, Sukirno, Pengantar
Teori Makro Ekonomi,. Edisi Ketiga, (Jakarta: PT. Grafindo Persada), h. 45
[16] Ibid, h. 46-48
[17] Ibid, h. 49
[18] http://www.bi.go.id/id/perbankan/ssk/peran-bi/peran/Contents/Default.aspx di undhuh pada tanggal 26 April 2017
[19] file:///F:/laporan/SEJARAH%20SINGKAT%20BANK%20INDONESIA%20-%20Kumpulan%20Materi.html diakses tanggal 25 April
2017
[20]file:///F:/laporan/VISI%20DAN%20MISI%20BANK%20INDONESIA%20%E2%80%93%20AuliaRahman's%20Blog.html diakses tanggal 25 April
2017
[22] http://www.artikelsiana.com/2015/02/pengertian-inflasi-jenis-dampak-penyebab.html?m=1 diakses tanggal 25 April
2017